Ilmu Pengetahuan yang dimiliki Imam Ali al-Hadi as
Imam Ali Al-Hâdî as. adalah satu-satunya ulama dunia yang memiliki kemampuan ilmiah terhebat dan terdahsyat. Kemampuan ilmiahnya ini meliputi seluruh bidang ilmu pengetahuan. Rahasia-rahasia hakikat dan problema-problema ilmiah yang terjelimet terbuka gamblang di hadapannya. Para ulama dan fuqaha selalu sepakat untuk merujuk kepada pendapatnya dalam memecahkan masalah-masalah hukum syariat yang ruwet dan membingungkan. Mutawakkil, salah seorang musuh Imam Al-Hâdî dan nenek moyangnya yang paling getol senantiasa merujuk kepadanya ketika menghadapi perbedaan pendapat para fuqaha dalam menyelesaikan berbagai macam masalah, dan selalu mengunggulkan pendapatnya. Di antara masalah dan problematika yang dipecahkan oleh Imam Al-Hâdî as. ketika Mutawakkil merujuk kepadanya adalah sebagai berikut:
a. Mutawakkil memiliki seorang sekretaris yang beragama Kristen. Sekretaris ini sangat agung dan mulia dalam pandangannya. Ia sangat tulus mencintainya. Oleh karena itu, ia tidak pernah menyebut namanya. Ia selalu memanggil nama julukannya, Abu Nuh. Melihat itu, sebagian fuqaha memprotes seraya berkata: "Seorang muslim tidak boleh memanggil nama julukan seorang kafir." Sementara itu, sebagian fuqaha yang lain membolehkan hal itu. Mutwakil menulis surat kepada Imam Ali Al-Hâdî as. untuk menanyakan fatwa tentang masalah ini. Dalam jawabannya, setelah menulis basmalah, Imam Al-Hâdî as. menyebutkan ayat yang berbunyi: "Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya ia akan binasa." Dengan menyebutkan ayat tersebut, Imam Al-Hâdî menjadikannya sebagai bukti atas kebolehan memanggil nama julukan seorang kafir. Mutawakkil pun menerima fatwanya ini.
b. Mutawakkil pernah menderita sebuah penyakit. Ia bernazar jika Allah menyembuhkan penyakitnya, ia akan menyedekahkan dinar yang sangat banyak sekali. Setelah sembuh dari penyakitnya itu, ia mengumpulkan para fuqaha untuk menanyakan kadar yang harus ia sedekahkan. Mereka berbeda pendapat dalam menentukan hal itu. Akhirnya, ia meminta fatwa kepada Imam Ali Al-Hâdî as. tentang masalah ini. Imam Al-Hâdî as. menjawab supaya ia bersedekah sebanyak delapan puluh tiga dinar. Mereka terheran-terheran dengan fatwa ini. Demi kejelasan masalah, mereka memohon supaya Mutawakkil menanyakan dalil fatwa tersebut kepada Imam Al-Hâdî. Imam Al-Hâdî as. menjawab: "Sesungguhnya Allah swt. berfirman, 'Sesungguhnya Allah telah menolong kamu [hai para mukminin] di medan peperangan yang banyak.' (QS. At-Tawbah [9]:25) Keluarga kami telah meriwayatkan bahwa medan peperangan dalam missi Sariyah hanya berjumlah delapan puluh tiga."
Di akhir jawabannya, Imam Al-Hâdî as. menambahkan: "Ketika Amirul Mukminin berbuat kebajikan lebih banyak lagi, maka hal itu akan lebih bermanfaat baginya di dunia dan akhirat."
c. Seorang pengikut agama Kristen pernah memperkosa seorang wanita muslimah, dan ia dihadapkan kepada Mutawakkil. Mutwakil ingin menjalankan had atas orang Kristen tersebut. Yahyâ bin Aktsam berfatwa: "Keimanannya telah memusnahkan kesyirikan dan tindakannya itu." Sementara itu, sebagian fuqaha berpendapat bahwa ia harus didera sebanyak tiga had, dan fuqaha yang lain memiliki pendapat yang bertentangan dengan pendapat tersebut. Mutawakkil memerintahkan supaya masalah ini diadukan dan diajukan kepada Imam Ali Al-Hâdî as. Imam Al-Hâdî as. menjawab supaya orang Kristen tersebut didera hingga mati.
Yahyâ dan para fuqaha yang lain menentang keputusan itu sembari berkata: "Ketentuan ini tidak pernah ada di dalam Al-Qur'an dan tidak juga di dalam sunah (Nabi)."
Mutawakkil terpaksa menulis surat kepada Imam Al-Hâdî as. yang berbunyi: "Sesungguhnya fuqaha muslimin menentang keputusan tersebut dan menegaskan bahwa hal itu tidak terdapat di dalam sunah (Nabi) dan tidak juga di dalam Al-Qur'an. Oleh karena itu, jelaskanlah kepada kami mengapa Anda berfatwa supaya orang Kristen itu didera hingga mati."
Setelah basmalah, Imam Ali Al-Hâdî as. menjawab surat tersebut dengan menyebutkan ayat yang berbunyi: "Maka tatkala mereka melihat azab Kami, mereka berkata, 'Kami beriman hanya kepada Allah saja dan kami kafir kepada sesembahan-sesembahan yang telah kami persekutukan kepada Allah.' Maka iman mereka tiada berguna bagi mereka tatkala mereka telah melihat siksa Kami." (QS. Al-Mukmin [40]:84-85)
Mutwakil pun menerima fatwa dan keputusan Imam Al-Hâdî as. tersebut.

Post a Comment