Membongkar Gerakan Zionis di Timur Tengah
Oleh: Gilad Atzmon *
Seharusnya, apa yang terjadi sekarang di Irak dan Suriah bisa menjadi peringatan terhadap situasi yang sangat mengerikan di Timur Tengah, yang sesengguhnya kondisi ini dikendalikan oleh lobi kuat dari satu kelompok. Dan hanya oleh satu kelompok saja.
Flashback ke tahun 1982, Oded Yinon, seorang wartawan Israel yang dekat dengan Kementrian Luar Negeri Israel, menerbitkan sebuah dokumen yang berjudul “Strategi Israel di era Sembilan Puluhan”. Dia menyatakan bahwa Israel harus mempertahankan eksistensi wilayahnya, dengan cara memecah negara-negara Arab tetangganya menjadi bagian- bagian yang lebih kecil. Dalam dokumen yang kemudian terkenal dengan sebutan “Rencana Oded Yinon” , telah tersirat bahwa Muslim Arab yang selalu saling membunuh dalam perang sekterian, merupakan hasil dari benih-benih yang disemai Israel.
Tentu saja, terlepas dari prediksi Rencana Oded Yinon, mungkin masih banyak yang berpendapat bahwa kekacauan Timur Tengah ini tidak ada hubungannya dengan lobi Yahudi, politik, atau rencana strategis Israel. Namun, kita tidak mungkin mengabaikan kelompok Neocon, yang menekan kekaisaran Inggris — untuk menjadikan Irak sebagai tempat terbesar dari diaspora Yahudi klan Zionis. Dan bukan rahasia lagi bahwa Perang Teluk 2 terjadi untuk melayani kepentingan Israel, yang lantas memicu perang sekterian, dan habislah sudah perlawanan Arab terhadap Israel.
Demikian pula, ketika Tony Blair memutuskan untuk menjadikan si penjahat perang, Lord Levy, sebagai penyandang dana utama di dalam pemerintahannya, media-media Inggris, penulis Yahudi Chronicle David Aaronovitch dan Nick Cohen, sibuk menabuh genderang perang. Lalu dan lagi, lobi Yahudi mendorong diberlakukannya intervensi militer di Suriah, dan menyerukan kepada Amerika Serikat dan NATO untuk bertempur bersama kelompok jihad – yang sama – dengan kelompok jihad yang dianggap mengancam mereka pada dekade lalu di Irak.
Sayangnya, pengikut Yinon lebih populer daripada yang Anda harapkan. Di Perancis, seorang filsuf Yahudi Bernard Henri Levy, terkenal dengan bualannya di TV bahwa ia — ‘sebagai seorang Yahudi’ telah melakukan kampanye mendukung intervensi NATO dan ia [berhasil] membebaskan Libya.
Seperti yang bisa kita lihat, sejumlah aktivis, pengamat, intelektual yang berdedikasi kepada Yahudi Zionis, telah bekerja tanpa henti di banyak negara mendorong terjadinya hal yang sama — sebagaimana terjadi di negara-negara Arab, yang dipecah-pecah menjadi bagian yang lebih kecil berdasarkan pengelompokan sektarian.
Apakah kelompok Zionis hanya terlibat dalam taktik itu saja? Tentu tidak.
Faktanya, Yahudi lainnya yang disebut “kelompok kiri” juga melayani kepentingan yang sama. Tapi bukan dengan cara memecah muslim Syiah, Sunni, Alawi atau Kurdi, melainkan mereka berusaha untuk memecah — dengan menjadikan [masyarakat] berorientasi pada penyimpangan seksual seperti lesbian, homo, gay, heteroseks, dll.
Saya belajar dari Sarah Schulman, seorang aktivis Lesbian Yahudi si New York, bahwa dalam usahanya mencari dana untuk membiayai tur pemuda Palestinian Queer [komunitas homo Palestina] , ia disarankan untuk mendekati lembaga Open Society, milik George Soros. Kisah berikut mungkin membuat Anda terperangah seperti yang terjadi pada saya:
“Seorang mantan staf ACT UP yang bekerja untuk Open Society Institute (OSI), yayasan George Soros, menyarankan agar saya mengajukan aplikasi untuk pendanaan untuk tur. Saya mengikuti sarannya [mengajukan aplikasi] ke OSI, dan ternyata, saya mengenal orangnya, kami berdua menghadiri Hunter [College] High School di New York pada 1970-an. Lalu, dia meneruskan aplikasi tersebut ke kantor OSI di Amman, Yordania. Dan saya bercakap-cakap selama satu jam bersama dengan Hanan Rabani, direktur dari Women’s and Gender program for the Middle East region (Program Gender dan Perempuan untuk kawasan Timur Tengah). Hanan mengatakan kepada saya bahwa tur ini akan memberikan visibilitas yang besar kepada organisasi-organisasi otonom “homo” di kawasan. Dan organsasi ini akan menanamkan inspirasi penyimpangan seksual “homo” kepada masyarakat Timur Tengah, terutama Mesir dan Iran. Itulah mengapa, dana tur harus dikucurkan dari Amman. (Sarah Schulman -Israel/Palestine dan Queer International p. 108).
Pesan ini sangat jelas, The Open Society Institute (OSI) merupakan jalur uang Soros ke Yordania, Palestina, dan kemudian kembali ke Amerika Serikat – untuk kemudian menanamkan inspirasi penyimangan seksual “homo” di Iran dan Mesir.
Apa yang kita lihat di sini adalah bukti nyata dari intervensi terang-terangan oleh George Soros dan lembaganya yang berupaya untuk memecah-belah negara Arab dan kaum Muslim, serta membentuk budaya/identitas [baru] bagi mereka. Jadi, sementara sayap kanan Lobby Yahudi mendorong orang-orang Arab terjun perang etnis dan sektarian, rekan-rekan mereka di dalam lembaga OSI George Soros, melakukan hal yang sama – yaitu berupaya untuk memecah Arab dan Muslim dengan cara politik marjinal dan identitas.
Sudah bukan rahasia lagi bahwa terkait perkembangan terakhir di Irak yang memprihatinkan — Amerika, Inggris dan Barat sama sekali tidak siap. Pastinya, telah terlambat bagi kita untuk mengidentifikasi kekuatan-kekuatan dan ideologi hasil racikan Barat yang memicu kita jatuh ke dalam konflik global yang lebih luas. Yang bisa kita harapkan saat ini adalah, Amerika, Inggris, dan Perancis, bersedia berpikir dua kali sebelum mengabiskan trilyunan uang pajak dari rakyat mereka untuk turut berperang menyukseskan Rencana Yinon, berperang di negara asing akibat pengaruh kuat The Lobby.
Seharusnya, apa yang terjadi sekarang di Irak dan Suriah bisa menjadi peringatan terhadap situasi yang sangat mengerikan di Timur Tengah, yang sesengguhnya kondisi ini dikendalikan oleh lobi kuat dari satu kelompok. Dan hanya oleh satu kelompok saja.
Flashback ke tahun 1982, Oded Yinon, seorang wartawan Israel yang dekat dengan Kementrian Luar Negeri Israel, menerbitkan sebuah dokumen yang berjudul “Strategi Israel di era Sembilan Puluhan”. Dia menyatakan bahwa Israel harus mempertahankan eksistensi wilayahnya, dengan cara memecah negara-negara Arab tetangganya menjadi bagian- bagian yang lebih kecil. Dalam dokumen yang kemudian terkenal dengan sebutan “Rencana Oded Yinon” , telah tersirat bahwa Muslim Arab yang selalu saling membunuh dalam perang sekterian, merupakan hasil dari benih-benih yang disemai Israel.
Tentu saja, terlepas dari prediksi Rencana Oded Yinon, mungkin masih banyak yang berpendapat bahwa kekacauan Timur Tengah ini tidak ada hubungannya dengan lobi Yahudi, politik, atau rencana strategis Israel. Namun, kita tidak mungkin mengabaikan kelompok Neocon, yang menekan kekaisaran Inggris — untuk menjadikan Irak sebagai tempat terbesar dari diaspora Yahudi klan Zionis. Dan bukan rahasia lagi bahwa Perang Teluk 2 terjadi untuk melayani kepentingan Israel, yang lantas memicu perang sekterian, dan habislah sudah perlawanan Arab terhadap Israel.
Demikian pula, ketika Tony Blair memutuskan untuk menjadikan si penjahat perang, Lord Levy, sebagai penyandang dana utama di dalam pemerintahannya, media-media Inggris, penulis Yahudi Chronicle David Aaronovitch dan Nick Cohen, sibuk menabuh genderang perang. Lalu dan lagi, lobi Yahudi mendorong diberlakukannya intervensi militer di Suriah, dan menyerukan kepada Amerika Serikat dan NATO untuk bertempur bersama kelompok jihad – yang sama – dengan kelompok jihad yang dianggap mengancam mereka pada dekade lalu di Irak.
Sayangnya, pengikut Yinon lebih populer daripada yang Anda harapkan. Di Perancis, seorang filsuf Yahudi Bernard Henri Levy, terkenal dengan bualannya di TV bahwa ia — ‘sebagai seorang Yahudi’ telah melakukan kampanye mendukung intervensi NATO dan ia [berhasil] membebaskan Libya.
Seperti yang bisa kita lihat, sejumlah aktivis, pengamat, intelektual yang berdedikasi kepada Yahudi Zionis, telah bekerja tanpa henti di banyak negara mendorong terjadinya hal yang sama — sebagaimana terjadi di negara-negara Arab, yang dipecah-pecah menjadi bagian yang lebih kecil berdasarkan pengelompokan sektarian.
Apakah kelompok Zionis hanya terlibat dalam taktik itu saja? Tentu tidak.
Faktanya, Yahudi lainnya yang disebut “kelompok kiri” juga melayani kepentingan yang sama. Tapi bukan dengan cara memecah muslim Syiah, Sunni, Alawi atau Kurdi, melainkan mereka berusaha untuk memecah — dengan menjadikan [masyarakat] berorientasi pada penyimpangan seksual seperti lesbian, homo, gay, heteroseks, dll.
Saya belajar dari Sarah Schulman, seorang aktivis Lesbian Yahudi si New York, bahwa dalam usahanya mencari dana untuk membiayai tur pemuda Palestinian Queer [komunitas homo Palestina] , ia disarankan untuk mendekati lembaga Open Society, milik George Soros. Kisah berikut mungkin membuat Anda terperangah seperti yang terjadi pada saya:
“Seorang mantan staf ACT UP yang bekerja untuk Open Society Institute (OSI), yayasan George Soros, menyarankan agar saya mengajukan aplikasi untuk pendanaan untuk tur. Saya mengikuti sarannya [mengajukan aplikasi] ke OSI, dan ternyata, saya mengenal orangnya, kami berdua menghadiri Hunter [College] High School di New York pada 1970-an. Lalu, dia meneruskan aplikasi tersebut ke kantor OSI di Amman, Yordania. Dan saya bercakap-cakap selama satu jam bersama dengan Hanan Rabani, direktur dari Women’s and Gender program for the Middle East region (Program Gender dan Perempuan untuk kawasan Timur Tengah). Hanan mengatakan kepada saya bahwa tur ini akan memberikan visibilitas yang besar kepada organisasi-organisasi otonom “homo” di kawasan. Dan organsasi ini akan menanamkan inspirasi penyimpangan seksual “homo” kepada masyarakat Timur Tengah, terutama Mesir dan Iran. Itulah mengapa, dana tur harus dikucurkan dari Amman. (Sarah Schulman -Israel/Palestine dan Queer International p. 108).
Pesan ini sangat jelas, The Open Society Institute (OSI) merupakan jalur uang Soros ke Yordania, Palestina, dan kemudian kembali ke Amerika Serikat – untuk kemudian menanamkan inspirasi penyimangan seksual “homo” di Iran dan Mesir.
Apa yang kita lihat di sini adalah bukti nyata dari intervensi terang-terangan oleh George Soros dan lembaganya yang berupaya untuk memecah-belah negara Arab dan kaum Muslim, serta membentuk budaya/identitas [baru] bagi mereka. Jadi, sementara sayap kanan Lobby Yahudi mendorong orang-orang Arab terjun perang etnis dan sektarian, rekan-rekan mereka di dalam lembaga OSI George Soros, melakukan hal yang sama – yaitu berupaya untuk memecah Arab dan Muslim dengan cara politik marjinal dan identitas.
Sudah bukan rahasia lagi bahwa terkait perkembangan terakhir di Irak yang memprihatinkan — Amerika, Inggris dan Barat sama sekali tidak siap. Pastinya, telah terlambat bagi kita untuk mengidentifikasi kekuatan-kekuatan dan ideologi hasil racikan Barat yang memicu kita jatuh ke dalam konflik global yang lebih luas. Yang bisa kita harapkan saat ini adalah, Amerika, Inggris, dan Perancis, bersedia berpikir dua kali sebelum mengabiskan trilyunan uang pajak dari rakyat mereka untuk turut berperang menyukseskan Rencana Yinon, berperang di negara asing akibat pengaruh kuat The Lobby.
Post a Comment