Header Ads

test

Analis: Partai Sekuler Bakal Ungguli Partai "Islamis"


 Indonesia memang negara berpenduduk Muslim terbesar, namun partai-partai sekuler telah mendominasi politik nasional sejak kemerdekaan. Sebaliknya, partai-partai yang sudah lama menyerukan untuk mengubah Indonesia menjadi negara Islam tetap kesulitan memenangkan mayoritas pemilih.

Partai Islam Vs Partai Sekuler (http://static.republika.co.id)

Jajak pendapat baru-baru ini yang diajukan kelompok fundamentalis mengatakan bahwa 72 persen warga Indonesia berpendapat, Syariah harus jadi hukum negara. Namun, menilik pemilu yang lalu dan kecenderungan pemilih saat ini, Syariah yang diinginkan kelompok itu tidak akan dilembagakan di negeri ini.

Sebuah organisasi yang menamakan diri SEM Institute, yang terhubung dengan kelompok "Islam" di Indonesia, mengatakan mereka memperoleh hasil tersebut setelah mengambil jajak pendapat dari 1.498 orang di 38 kota antara akhir Desember 2013 dan akhir Januari tahun ini. Sebuah kelompok Islam di Indonesia dan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) memposting hasil survei itu pada situs mereka.

Namun lima partai Islam yang bersaing dalam pemilu parlemen pekan depan diperkirakan akan memenangkan 15 persen suara gabungan--turun dari 26 persen pada 2009 dan 38 persen pada 2004--menurut Lembaga Survei Indonesia (LSI).

“Dalam hal memilih partai, para pemilih Muslim tidak lagi memikirkan agama mereka, melainkan rekam jejak dan kebijakan partai,” menurut Direktur LSI Dodi Ambardi kepada AFP.

Indonesia memang negara berpenduduk Muslim terbesar, namun partai-partai sekuler telah mendominasi politik nasional sejak kemerdekaan. Sebaliknya, partai-partai yang sudah lama menyerukan untuk mengubah Indonesia menjadi negara Islam tetap kesulitan memenangkan mayoritas pemilih.

Partai-partai Islam menunjukkan kekuatan mereka dalam pemilu 1955, namun ditekan di bawah Orde Baru Soeharto (1967-1998). Mereka muncul kembali setelah Soeharto mengundurkan diri.

Meskipun partai-partai itu bernasib baik dalam Pemilu 2004, satu-satunya partai seperti itu yang meraih tampuk kekuasaan adalah pada tahun 1999 ketika Abdurrahman Wahid yang moderat dan populer dikenal sebagai Gus Dur– menjadi presiden pertama yang terpilih secara demokratis di Indonesia.

Ia memimpin Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), yang memimpin aliansi strategis partai berbasis Islam yang dijuluki Poros Tengah. Sekarang, jika kelima partai Islam di negara itu berharap menang dalam pemilu mendatang, mereka perlu menghidupkan kembali Poros Tengah dan mengajukan kandidat yang dapat memimpin mereka meraih kekuasaan, menurut para komentator.

“Poros Tengah dari partai-partai Islam ini bisa dilakukan bila mereka memiliki satu tokoh utama yang mampu menyatukan mereka semua,” kata Bahtiar Effendy, seorang profesor di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, pada pada Khabar Southeast Asia.

”Sayangnya, kita belum melihat ini terjadi sampai sekarang.”

Pada saat yang sama, partai-partai Islam melunakkan platformnya dan mengesampingkan masalah pelembagaan hukum Syariah. PKB, Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dan Partai Bulan Bintang (PBB) tampaknya lebih fokus memajukan pluralisme dan demokrasi sebagai taktik meraup suara.

Marbawi A. Katon, analis dari Saiful Mujani Research and Consulting, juga memperkirakan bahwa partai-partai yang mengklaim diri "Islamis" tidak akan berhasil baik dalam pemilu legislatif tanggal 9 April dan pemilu presiden tanggal 9 Juli. "Menurut saya, para pemilih sekarang ini lebih rasional dan selektif. Mereka akan memilih seorang kandidat berdasarkan program-program yang ditawarkan partai-partai politik, dan tidak hanya mengandalkan ideologi,” katanya

No comments