Kita Tidak Boleh Tunduk pada Keinginan Musuh

Pada hari ketiga peringatan 10 hari Fajar yang secara nasional diperingati di Iran untuk mengenang kedatangan Imam Khomeini ra kembali ke Iran dari pengungsiannya dan memimpin gerakan massa yang berhasil menggulingkan rezim Pahlevi pada 11 Februari 1979, Majma Jahani Ahlul Bait menyelenggarakan majelis peringatan yang menghadirkan Hujjatul Islam wa Muslimin Hasan Akhtari, Sekjen Majma Jahani Ahlul Bait sebagai pembicara tunggal di Kantor Pusat Majma di Teheran, selasa [3/2].
Hujjatul Islam wa Muslimin Hasan Akhtari dalam ceramahnya menyampaikan diantara sunnahtullah adalah Allah Swt tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali mereka sendiri yang mau mengubahnya. Beliau berkata, “Suatu kaum atau seseorang pelaku maksiat, tidak bisa mengalami perubahan untuk menjadi pribadi yang baik hanya dengan menunggu Allah Swt memberikan kasih sayangNya. Melainkan kaum atau pribadi itu sendiri yang memulai untuk mengubah apa-apa yang buruk pada dirinya, sehingga mengalami loncatan perubahan ke arah yang lebih baik.”
Ulama yang juga mengemban amanah sebagai Sekjen Majma Jahani Ahlul Bait tersebut lebih lanjut mengatakan, “Sunnah Allah Swt adalah nikmat yang disyukuri, maka akan Dia tambahkan, dan kufur terhadap nikmat, maka azab Allah sangatlah pedih.”
Menyinggung kemenangan Revolusi Islam di Iran, yang merupakan anugerah dan nikmat dari Allah Swt yang harus disyukuri, Hujjatul Islam wa Muslimin Hasan Akhatari mengatakan, “Revolusi Islam sudah mulai dirintis oleh para ulama marja dan pejuang-pejuang Islam sejak di era dinasti Qajar, mereka memang tidak berhasil meletuskan revolusi, namun apa yang telah mereka lakukan telah membuka jalan kemenangan bagi revolusi ini.”
“Apa yang telah dilakukan Imam Khomeini dalam revolusi Islam ini sangat besar, dan akan sulit ditemui pribadi besar seperti beliau.” lanjutnya.
Mengenai sejumlah ayat dalam Al-Qur’an yang membahas masalah kesabaran, beliau mengatakan, “Di dalam Al-Qur’an, Allah Swt berkali-kali mengingatkan akan pentingnya masalah kesabaran dan tawakkal. Bahwa barang siapa yang bertawakkal hanya kepada Allah, maka Allah yang akan menjaganya. Imam Khomeini adalah pribadi besar yang memiliki kesabaran dan keteguhan hati yang tanpa cela. Beliau hanya menggantungkan harapannya kepada Allah semata. Ini adalah diantara keistimewaan beliau.”
“Diantara keistimewaan yang lain, adalah pengetahuan politik beliau yang mumpuni. Menjadi ulama marja taklid yang saban hari disibukkan dengan masalah-masalah hukum fiqh, tidak membuat beliau buta dengan politik dan kondisi sosial terkini dimasanya. Bahkan diantara keistimewaan beliau yang sangat dikagumi adalah kepandaian beliau memanfaatkan momen. Peristiwa tragedi yang terjadi di Madrasah Faidhiyah di Qom, beliau jadikan sebagai momentum perjuangan untuk menggerakkan rakyat Qom. Sehingga menginspirasi dan membangunkan kesadaran politik keseluruhan rakyat Iran. Beliau telah menanggung beban kesulitan yang sangat berat di masa-masa bergulirnya revolusi. Beliau diasingkan di Turki selama setahun. Kemudian harus pindah ke Irak.” lanjutnya.
“Imam Khomeini tidak pernah secara pribadi membesarkan namanya. Bahkan termasuk tidak pernah mengaku sebagai tokoh yang memimpin jalannya revolusi. Beliau bahkan berkali-kali mengatakan kepada sejumlah ulama dan marja taklid, bahwa pimpin dan bimbinglah revolusi ini, saya yang akan mendukung dan mengikuti kalian. Dimasa revolusi, seruannya yang terpenting adalah persatuan ummat. Beliau menggandeng semua ulama dan marja taklid untuk menyatukan tekad yang sama, berjuang dibawah bendera yang sama.” tambahnya lagi.
Hujjatul Islam wa Muslimin Akhari kembali menambahkan, “Di tempat pengasingannya pun, Imam Khomeini tidak pernah berhenti memikirkan masa depan rakyat Iran dan umat Islam. Kehadirannya di Najaf, sangat beliau manfaatkan, untuk menggulirkan ide-ide revolusinya kepada santri dan ulama di Irak yang juga sampai ke Iran. Karena berbahaya, rezim Saddam Husain tidak mengizinkannya untuk menetap lebih lama di Irak.”
“Imam Khomeini menjelaskan mengenai wilayatul faqih dan hukumah Islamiyah dihadapan pelajar agama di Najaf termasuk mendiskusikannya dengan ulama-ulama marja taklid di Najaf. Kemudian pemikiran-pemikiran beliau tersebut, dijadikan buku dan dicetak serta disebarkan dalam banyak bahasa, seperti Persia, Arab, Inggris, Urdu dan sejumlah bahasa lainnya, yang kemudian menjadi perbincangan luas dikalangan akademisi dan ahli politik.” tambahnya.
Lebih lanjut beliau berkata, “Imam Khomeini ra meskipun mendapat kepercayaan penuh rakyat, namun sistem pemerintahan yang beliau buat, tidak didasarkan pada kepentingan pribadi dan keluarganya. Beliau mendirikan sistem yang beliau perkenalkan sebagai wilayatul faqih, yang dikaitkannya dengan wilayah imam Maksum, yang juga berhubungan dengan wilayah Rasulullah dan berpuncak pada wilayah Allah Swt.”
Pada bagian lain penyampaiannya, Hujjatul Islam wa Muslimin Hasan Akhtari juga menyinggung prinsip kemandirian ekonomi yang dicanangkan Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran, Ayatullah Sayyid Ali Khamanei. Beliau berkata, “Dalam kondisi sedang menerima embargo ekonomi, justru itu tidak membuat kita menyerah apalagi lemah. Karena itulah yang menjadi keinginan besar para musuh, menyerah dan tunduknya Iran pada kehendak mereka. Menyerah adalah jalan kehinaan dan kelemahan. Karenanya kemandirian ekonomi harus dijalankan. Negara harus berdiri pada kemandirian, dan tidak menggantungkan nasib pada bangsa lain.”
Mengenai persatuan nasional, Syaikh Akhtari mengatakan, “Siapapun orang, jubah apapun yang dikenakannya, baik dia seorang ulama, ahli politik, ataupun dari militer, namun jika pernyataannya memicu perselisihan dan mengancam keutuhan Negara, maka sesungguhnya dia adalah musuh Negara, dan kita menyatakan, siap untuk berhadapan dengannya.”
Hujjatul Islam wa Muslimin Hasan Akhtari juga menegaskan, wajibnya untuk menaati perintah dan kebijakan Pemimpin Revolusi Islam Iran, Ayatullah Sayyid Ali Khamanei. Beliau berkata, “Kita wajib untuk menerima wilayatul faqih, wajib untuk tunduk pada pendapat dan keputusan Rahbar. Menjalankan apa yang telah menjadi kebijakan dan ketetapan Rahbar, adalah kewajiban bagi seluruh komponen rakyat Iran.”
Mengenai surat Ayatullah Sayid Ali Khamenai yang ditujukannnya untuk pemuda Eropa dan Amerika, beliau berkata, “Beliau telah menulis surat, dengan kebijakan dan kasih sayang seorang ayah pada anak-anaknya. Beliau mengajak mereka untuk mengenal Islam dengan cara yang penuh hikmah, dengan cara-cara yang mengajak mereka untuk menggunakan akal rasio mereka, bukan dengan memperkenalkan Islam melalui tekanan dan paksaan. Kita sudah selayaknya bangga dengan kepribadian pemimpin besar kita. Dan sudah semestinya, kita menggunakan berbagai cara yang bisa, agar surat tersebut terbaca oleh pemuda-pemuda yang belum mengenal Islam. Sehingga mereka bisa menilai Islam berdasarkan pemahanan yang komprehensif dan utuh, dan bukan dari pihak yang membenci Islam.”
Dibagian akhir penyampaiannya, Sekjen Majma Jahani Ahlul Bait tersebut menekankan agar rakyat Iran tetap istiqamah dan tegar di jalan revolusi Islam. “Saya yakin, kita semua adalah tentara dan pejuang yang akan menjaga jalannya revolusi ini agar tetap berada pada garisnya, semoga kita semua terhitung sebagai pengikut setia Ahlul Bait As.”

Sumber: Abna.ir
Post a Comment