Header Ads

test

Sedikit cerita tentang Penghulu wanita dunia dan akhirat


Suatu hari, ketika Nabi saaw ingin masuk ke kamar, ia mendengar Khadijah sedang bercengkrama, tetapi tidak ada seseorang pun di kamarnya. Nabi saaw pun bertanya dengan siapa Khadijah berbicara? Khadijah menjawab, “Aku berbincang-bincang dengan anak yang masih dalam kandungan ini.” Nabi saaw kemudian berkata, “Jibril datang kepadaku dan mengabarkan bahwa anak ini adalah perempuan. Dia suci dan diberkahi. Allah akan menjadikan keturunannya para pemimpin umatku yang Allah menjadikan mereka sebagai khalifah-khalifah-Nya setelah terputusnya wahyu.”

Sembilan bulan, usia kehamilan Khadijah, ia mulai merasakan perubahan di kandungannya. Ia sebentar lagi akan melahirkan. Ia pun meminta bantuan kepada wanita-wanita Quraisy. Tapi, karena sejak awal mereka tidak menyetujui pernikahan Khadijah dan Muhammad saaw, dan kini agama yang dibawa suaminya merongrong agama nenek moyang mereka, maka mereka enggan membantunya. Mereka menghina Khadijah, “Engkau tidak mengikuti saran kami, sehingga menikah dengan anak yatim Abu Thalib yang miskin, karenanya kami tak sudi datang kerumahmu dan tidak perduli dengan urusanmu.”
Hati Khadijah sedih, dan Allah swt mengetahui kesedihan itu. Dalam keadaan hati gundah gulana, mendadak muncullah cahaya dari langit memasuki rumah Khadijah. Cahaya-cahaya itu adalah penjelmaah wanita-wanita suci di zamannya, “Jangan sedih wahai Khadijah, aku adalah Sarah (dalam riwayat lain Hawa), ini adalah Asiyah putri Muzahim, ini adalah Kulsum saudarinya Musa, dan ini adalah Maryam putri Imran. Kami diutus oleh Allah swt untuk membantu persalinanmu.” Mereka pun duduk mengelilingi Khadijah. Tak lama kemudian lahirlah bayi wanita yang indah bercahaya, disambut para bidadari surga.
Inilah bayi mungil yang suci dan diberkahi, aromanya adalah aroma surga karena telah disucikan oleh air telaga surga. Bayi mungil itu juga disebut ayahnya sebagai haura al-insiyyah (bidadari dalam rupa manusia). Khadijah menggendongnya, Nabi saaw atas petunjuk ilahi memberinya nama Fatimah, pemimpin wanita surga.

Tentangnya Nabi bersabda, “Turun malaikat dari langit meminta izin Allah untuk menyampaikan salam kepadaku, yang malaikat tersebut tidak pernah turun ke bumi sebelumnya. Ia memberiku kabar gembira, bahwa Fatimah adalah wanita pemimpin ahli surga.” Pada kesempatan lain, beliau bersabda, “Setiap kali aku merindukan surga, aku mencium Fatimah.” Tentang namanya, Fatimah as, ayahnya bersabda, “Fatimah adalah manusia bidadari. Ia tidak mengalami haid dan tidak tersentuh kotoran. Allah memberinya nama Fatimah, karena Allah hendak menghindarkan dirinya dan juga para pecintanya dari siksa api neraka.” Sungguh beruntung dan mulia, semoga kita tergabung sebagai para pecintanya.
Namun, di tengah kebahagian keluarga Nabi saaw, masyarakat jahiliyah tetap mencacinya. Lagi-lagi anak perempuan yang dilahirkan isterinya. “Sesungguhnya Muhammad hanyalah penyihir dan pendusta. Dialah si Abtar yang terputus keturunannya. Sebentar lagi, dia akan menemui ajalnya, dan kenangan pahitnya pun akan ikut mati pula bersamanya. Karena dia tak punya seorang anak pun sebagai pelanjutnya,” begitulah ocehan masyarakat Mekah.

Hinaan mereka laksana ribuan tusukan sembilu ke hatinya. Tapi, sebagai Rasul yang dipuji Allah keagungan akhlaknya, beliau selalu memaafkan ummatnya. Sebagai balasannya, Allah swt menggembirakannya dengan kabar bahwa anak perempuannya adalah anugerah terbesar ilahi kepadanya. Dan sebagai jawaban kepada para penghinaya, Allah swt menurunkan ayat, “Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak (al-kautsar). Maka dirikanlah salat karena Tuhanmu dan berkorbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu, dialah yang terputus keturunanya (abtar). (Q.S. al-Kautsar : 1-3).
Inilah anugerah terbesar Allah swt, sebab dari Fatimah, lahir para pelanjut nasab dan pengawal agama ayahnya. Nantinya, setelah Khadijah meninggal, ia menjadi penjaga dan pelipur lara ayahnya, sehingga dipanggil nabi sebagai “ummu abiha” (ibu dari ayahnya), di saat para isterinya yang lain dipanggil dengan “ummul mukminin” (ibu kaum mukminin). Nabi saaw memuliakannya dengan kecintaan besar tiada tara, lihatlah tentang perlakuan Nabi saww kepada ummu abiha Fatimah, melalui penuturan ummul mukminin Aisyah, berikut ini :
“Aku tidak pernah melihat orang yang pembicaraanya sangat mirip dengan Rasulullah saaw selain dari Fatimah. Bila ia datang kepada ayahnya, beliau saaw, berdiri menyambutnya, menciumnya dan menggandeng tangannya, dan mendudukkannya di majelisnya. Sebaliknya, bila Rasulullah saaw datang kepadanya, maka Fatimah pun akan berdiri menyambut ayahandanya dan mencium tangannya.”
Bukan hanya itu, Rasulullah saaw bahkan selalu menyamakan kondisi Fatimah dengan kondisi dirinya. Dalam rentetan-rentetan sabda suci ayahnya disebutkan : “Fatimah bagian dari diriku, siapa yang mengganggunya berarti menggangguku, siapa yang menyusahkannya berarti menyusahkanku, siapa yang menyenangkannya berarti menyenangkanku, siapa yang membuatnya sedih berarti membuatku sedih, siapa yang membuatnya murka berarti membuatku murka.” Dalam riwayat lainnya, “Sesungguhnya Allah murka bila Fatimah murka, dan Allah rihda jika Fatimah ridha.” (lihat hadis-hadis di atas dalam al-Hamid al-Husaini, Keagungan Rasulullah & Keutamaan Ahlul Bait, 2001, hal.159-164).
Siapa Fatimah? Dia wanita teladan semesta raya. Dia pemimpin wanita surga. Dia bidadari dalam rupa manusia.

 Dia yang kotoran lahir dan batin tidak menyentuhnya, karena Allah berkehendak mensucikannya. Dia yang cahayanya berkeliauan. Dia yang Allah ridha kepadanya dan dia ridha kepada Allah. Dia yang puasanya disyukuri Tuhannya. Dia yang murkanya adalah murka Allah, dan ridhanya adalah ridha Allah. Dia…dia…dia…, tak mampu lisan dan tulisan menggambarkan kesempurnannya. Siapa Fatimah? Kita tak mampu menjawabnya, kita hanya bisa berkata, “Fatimah is Fatimah”, ungkap Ali Syariati.
SEDIKIT CERITA TENTANG PENGHULU WANITA DUNIA DAN AKHERAT..... Suatu hari, ketika Nabi saaw ingin masuk ke kamar, ia mendengar Khadijah sedang bercengkrama, tetapi tidak ada seseorang pun di kamarnya. Nabi saaw pun bertanya dengan siapa Khadijah berbicara? Khadijah menjawab, “Aku berbincang-bincang dengan anak yang masih dalam kandungan ini.” Nabi saaw kemudian berkata, “Jibril datang kepadaku dan mengabarkan bahwa anak ini adalah perempuan. Dia suci dan diberkahi. Allah akan menjadikan keturunannya para pemimpin umatku yang Allah menjadikan mereka sebagai khalifah-khalifah-Nya setelah terputusnya wahyu.

” Sembilan bulan, usia kehamilan Khadijah, ia mulai merasakan perubahan di kandungannya. Ia sebentar lagi akan melahirkan. Ia pun meminta bantuan kepada wanita-wanita Quraisy. Tapi, karena sejak awal mereka tidak menyetujui pernikahan Khadijah dan Muhammad saaw, dan kini agama yang dibawa suaminya merongrong agama nenek moyang mereka, maka mereka enggan membantunya. Mereka menghina Khadijah, “Engkau tidak mengikuti saran kami, sehingga menikah dengan anak yatim Abu Thalib yang miskin, karenanya kami tak sudi datang kerumahmu dan tidak perduli dengan urusanmu.” Hati Khadijah sedih, dan Allah swt mengetahui kesedihan itu. Dalam keadaan hati gundah gulana, mendadak muncullah cahaya dari langit memasuki rumah Khadijah. Cahaya-cahaya itu adalah penjelmaah wanita-wanita suci di zamannya, “Jangan sedih wahai Khadijah, aku adalah Sarah (dalam riwayat lain Hawa), ini adalah Asiyah putri Muzahim, ini adalah Kulsum saudarinya Musa, dan ini adalah Maryam putri Imran. Kami diutus oleh Allah swt untuk membantu persalinanmu.” Mereka pun duduk mengelilingi Khadijah. Tak lama kemudian lahirlah bayi wanita yang indah bercahaya, disambut para bidadari surga. Inilah bayi mungil yang suci dan diberkahi, aromanya adalah aroma surga karena telah disucikan oleh air telaga surga. Bayi mungil itu juga disebut ayahnya sebagai haura al-insiyyah (bidadari dalam rupa manusia). Khadijah menggendongnya, Nabi saaw atas petunjuk ilahi memberinya nama Fatimah, pemimpin wanita surga. Tentangnya Nabi bersabda, “Turun malaikat dari langit meminta izin Allah untuk menyampaikan salam kepadaku, yang malaikat tersebut tidak pernah turun ke bumi sebelumnya. Ia memberiku kabar gembira, bahwa Fatimah adalah wanita pemimpin ahli surga.” Pada kesempatan lain, beliau bersabda, “Setiap kali aku merindukan surga, aku mencium Fatimah.” Tentang namanya, Fatimah as, ayahnya bersabda, “Fatimah adalah manusia bidadari. Ia tidak mengalami haid dan tidak tersentuh kotoran. Allah memberinya nama Fatimah, karena Allah hendak menghindarkan dirinya dan juga para pecintanya dari siksa api neraka.” Sungguh beruntung dan mulia, semoga kita tergabung sebagai para pecintanya. Namun, di tengah kebahagian keluarga Nabi saaw, masyarakat jahiliyah tetap mencacinya. Lagi-lagi anak perempuan yang dilahirkan isterinya. “Sesungguhnya Muhammad hanyalah penyihir dan pendusta. Dialah si Abtar yang terputus keturunannya. Sebentar lagi, dia akan menemui ajalnya, dan kenangan pahitnya pun akan ikut mati pula bersamanya. Karena dia tak punya seorang anak pun sebagai pelanjutnya,” begitulah ocehan masyarakat Mekah.

Hinaan mereka laksana ribuan tusukan sembilu ke hatinya. Tapi, sebagai Rasul yang dipuji Allah keagungan akhlaknya, beliau selalu memaafkan ummatnya. Sebagai balasannya, Allah swt menggembirakannya dengan kabar bahwa anak perempuannya adalah anugerah terbesar ilahi kepadanya. Dan sebagai jawaban kepada para penghinaya, Allah swt menurunkan ayat, “Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak (al-kautsar). Maka dirikanlah salat karena Tuhanmu dan berkorbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu, dialah yang terputus keturunanya (abtar). (Q.S. al-Kautsar : 1-3). Inilah anugerah terbesar Allah swt, sebab dari Fatimah, lahir para pelanjut nasab dan pengawal agama ayahnya. Nantinya, setelah Khadijah meninggal, ia menjadi penjaga dan pelipur lara ayahnya, sehingga dipanggil nabi sebagai “ummu abiha” (ibu dari ayahnya), di saat para isterinya yang lain dipanggil dengan “ummul mukminin” (ibu kaum mukminin). 

Nabi saaw memuliakannya dengan kecintaan besar tiada tara, lihatlah tentang perlakuan Nabi saww kepada ummu abiha Fatimah, melalui penuturan ummul mukminin Aisyah, berikut ini : “Aku tidak pernah melihat orang yang pembicaraanya sangat mirip dengan Rasulullah saaw selain dari Fatimah. Bila ia datang kepada ayahnya, beliau saaw, berdiri menyambutnya, menciumnya dan menggandeng tangannya, dan mendudukkannya di majelisnya. Sebaliknya, bila Rasulullah saaw datang kepadanya, maka Fatimah pun akan berdiri menyambut ayahandanya dan mencium tangannya.” Bukan hanya itu, Rasulullah saaw bahkan selalu menyamakan kondisi Fatimah dengan kondisi dirinya. Dalam rentetan-rentetan sabda suci ayahnya disebutkan : “Fatimah bagian dari diriku, siapa yang mengganggunya berarti menggangguku, siapa yang menyusahkannya berarti menyusahkanku, siapa yang menyenangkannya berarti menyenangkanku, siapa yang membuatnya sedih berarti membuatku sedih, siapa yang membuatnya murka berarti membuatku murka.” Dalam riwayat lainnya, “Sesungguhnya Allah murka bila Fatimah murka, dan Allah rihda jika Fatimah ridha.” (lihat hadis-hadis di atas dalam al-Hamid al-Husaini, Keagungan Rasulullah & Keutamaan Ahlul Bait, 2001, hal.159-164). Siapa Fatimah? Dia wanita teladan semesta raya. Dia pemimpin wanita surga. Dia bidadari dalam rupa manusia. Dia yang kotoran lahir dan batin tidak menyentuhnya, karena Allah berkehendak mensucikannya. Dia yang cahayanya berkeliauan. Dia yang Allah ridha kepadanya dan dia ridha kepada Allah. Dia yang puasanya disyukuri Tuhannya. Dia yang murkanya adalah murka Allah, dan ridhanya adalah ridha Allah. Dia…dia…dia…, tak mampu lisan dan tulisan menggambarkan kesempurnannya. Siapa Fatimah? Kita tak mampu menjawabnya, kita hanya bisa berkata, “Fatimah is Fatimah”, ungkap Ali Syariati.

No comments