Header Ads

test

Apa yang Terjadi Selama Pengasingan Imam Khomeini di Najaf?


 

Imam Khomeini ra selama di Najaf mengajar Bahs-e Kharej (kuliah tingkat mujtahid) dan menyampaikan prinsip teori pemerintahan Islam dengan topik wilayatul faqih. Pada saat yang sama, beliau juga aktif memantau perkembangan politik Iran dan dunia Islam dengan beragam cara beliau melakukan komunikasi dengan para revolusioner, keluarga syuhada 15 Khordad dan para tahanan politik. Setelah Imam Khomeini menetap di Irak, sejumlah ulama revolusioner Iran menyusul Imam ke Najaf dan sejumlah lainnya atas permintaan Imam Khomeini tetap tinggal di Iran supaya komunikasi Imam Khomeini dengan kebangkitan di dalam negeri tetap berjalan dan untuk menjaga hasil kebangkitan 15 Khordad.

Keberadaan Imam Khomeini ra di Irak merupakan sebuah kesempatan sehingga komunikasi Imam Khomeini dengan mahasiswa dan umat Islam di luar negeri lebih dekat dan lebih baik dari sebelumnya. Hal ini dengan sendirinya memiliki peran penting dalam menyampaikan pemikiran Imam Khomeini dan tujuan kebangkitan kepada dunia. Terkait serangan rezim Zionis dan perang antara negara-negara Arab dengan Israel, Imam Khomeini berusaha mendukung kebangkitan umat Islam Palestina dan negara-negara yang berada di garis terdepan. Beliau melakukan berbagai pertemuan dengan para pemuka lembaga perjuangan Palestina, mengirim para utusan ke Lebanon, memberikan bantuan materi dan maknawi dan mengeluarkan fatwa penting dan bersejarah bahwa mendukung kebangkitan bangsa Palestina dan negara-negara yang diserang baik senjata, ekonomi maupun spiritual merupakan kewajiban agama. Ini adalah usaha pertama kali yang dilakukan dalam skala luas oleh salah seorang marji taklid Syiah.

Sementara di dalam negeri, meskipun kondisinya benar-benar tertekan, para pengikut Imam Khomeini di hauzah, universitas maupun di tengah-tengah masyarakat dengan segala pengorbanannya, mereka mencetak dan menyebarkan pidato, buku, dan risalah Imam Khomeini untuk menjaga agar hubungan masyarakat dan generasi muda dengan tujuan kebangkitan tetap terjaga. Tentu saja di jalan ini banyak dari mereka yang harus merasakan pengasingan, pemenjaraan, penyiksaan dan bahkan mencapai syahadah. Contohnya adalah Syahadah Ayatullah Saidi dan Ayatullah Ghaffari akibat penyiksaan yang dilakukan oleh pasukan Shah Pahlevi.

Di pelbagai tahapan; ketika Shah Pahlevi merayakan pesta peletakan mahkota dan 2500 tahun kerajaan serta pesta kesenian Shiraz yang menghabiskan ratusan juta dolar biaya yang dipaksakan kepada rakyat teraniaya Iran dan mengokohkan tujuan Amerika di Iran dan kawasan, pada peristiwa pembentukan partai Rastakhis Shah Pahlevi dan ketika penandatanganan kerjasama antara Shah Pahlevi dan rezim Zionis, pesan-pesan dan pidato-pidato Imam Khomeini di Najaf merupakan satu-satunya lidah penyambung protes dan perlawanan rakyat Iran yang disampaikan kepada penduduk dunia dan menghidupkan semangat revolusi di hati rakyat Iran. Biasanya, setiap tahun tepat pada ulang tahun 15 Khordad para santri muda dan revolusioner hauzah memperingati peristiwa tersebut dengan melakukan demonstrasi dan menyelenggarakan acara baik umum maupun khusus - dalam keterasingan dan kesendirian - yang paling tampak adalah kebangkitan 3 hari para santri di madrasah Feizieh Qom pada tahun 1354 Hs. Teriakan "Mampus Pemerintahan Pahlevi" dan "Salam untuk Khomeini" berlanjut selama 3 hari di Qom meskipun harus menghadapi tekanan dan ancaman Shah Pehlevi. Dan pada akhirnya pasukan khusus Shah Pahlevi anti huru hara menyerang melalui atap dan pintu madrasah Feizieh dan menangkap sekitar 500 santri dan untuk sementara madrasah feizieh kembali diliburkan dan hanya pesan dan pidato Imam Khomeini yang mendukung sikap berani ini.

Peristiwa kebangkitan ulama anti RUU Negara Bagian dan juga referendum Shah Pahlevi berakibat munculnya kebangkitan 15 Khordad. Tindakan Imam Khomeini dan keberadaan Imam Khomeini sebagai pemimpin kebangkitan menjadikan para marji taklid Iran waktu itu bekerjasama dan sependapat. Hasil pertemuan dan perundingan Imam Khomeini dengan para marji taklid biasanya disampaikan berupa pengumuman bersama atau pengumuman secara terpisah. Para santri muda dan murid-murid revolusioner Imam Khomeini melakukan dukungan terhadap kebangkitan namun banyak anasir yang punya nama tidak mampu memahami kebangkitan Imam Khomeini dan senantiasa berusaha menggagalkannya dengan beragam cara. Mereka terdiri dari berbagai kalangan luas. Mulai dari para penentang filsafat dan irfan, orang-orang yang sok suci yang menganggap politik tidak pantas bagi ulama, sampai kelompok-kelompok Hujjatieh dan Velayati.

Dalam pertemuan umum dan khusus, masing-masing dari mereka senantiasa mempertanyakan tujuan kebangkitan. Selain itu, ada juga orang-orang yang hanya menginginkan ketenangan yang menilai marjaiyat dan pimpinan agama hanya terbatas pada dicium tangannya, menulis risalah dan mengumpulkan zakat dan khumus, dan menganggap kebangkitan Imam Khomeini sebagai faktor pengacau kondisi yang mereka maukan, juga orang-orang yang secara resmi atau di balik layar ada ikatan dengan rezim Shah Pahlevi.

Imam Khomeini yang kesabarannya terkenal di kalangan masyarakat, dalam pesannya menyebutkan betapa sulitnya perjuangan di masa-masa itu:

"Sakit hati yang dirasakan oleh ayah tua kalian dari orang-orang kolot ini sama sekali tidak pernah dirasakan dari tekanan dan kesulitan yang dilakukan orang lain... belajar bahasa asing adalah kufur, filsafat dan irfan termasuk dosa dan syirik. Di madrasah Feiziyeh putra kecil saya almarhum Mostafa meminum air dengan kendi; mereka mencuci kendi tersebut karena saya mengajarkan filsafat!"

Dengan semua kesulitan ini kehadiran Imam Khomeini secara langsung dalam peristiwa tahun 1340 sampai 1343 Hs di hauzah ilmiah Qom, menjadikan semua upaya musuh gagal. Namun pengasingan Imam Khomeini merupakan awal masa keteraniayaan dan keterasingan panjang para pengikut Imam Khomeini di hauzah dan mulai berkembang dan menguatnya gerakan musuh. Tekanan-tekanan Shah Pahlevi dan penumpasan kebangkitan menciptakan sarana sehingga mayoritas ulama menilai sebaiknya diam! Sehingga ketika kebangkitan kembali mencapai puncaknya pada tahun 1356 Hs tidak terlihat ada gerakan, pesan dan ucapan terang-terangan yang menunjukkan adanya usaha menyukseskan tujuan kebangkitan, selain selebaran-selebaran Imam Khomeini dan para pengikutnya, kalaupun terlihat itu sangat sedikit." (IRIB Indonesia / Emi Nur Hayati)

Dikutip dari penuturan almarhum Hujjatul Islam Sayid Ahmad Khomeini, anak Imam Khomeini ra.Mohon ceritakan juga kejadian-kejadian di masa pengasingan Imam Khomeini di Najaf?

Imam Khomeini ra selama di Najaf mengajar Bahs-e Kharej (kuliah tingkat mujtahid) dan menyampaikan prinsip teori pemerintahan Islam dengan topik wilayatul faqih. Pada saat yang sama, beliau juga aktif memantau perkembangan politik Iran dan dunia Islam dengan beragam cara beliau melakukan komunikasi dengan para revolusioner, keluarga syuhada 15 Khordad dan para tahanan politik. Setelah Imam Khomeini menetap di Irak, sejumlah ulama revolusioner Iran menyusul Imam ke Najaf dan sejumlah lainnya atas permintaan Imam Khomeini tetap tinggal di Iran supaya komunikasi Imam Khomeini dengan kebangkitan di dalam negeri tetap berjalan dan untuk menjaga hasil kebangkitan 15 Khordad.

Keberadaan Imam Khomeini ra di Irak merupakan sebuah kesempatan sehingga komunikasi Imam Khomeini dengan mahasiswa dan umat Islam di luar negeri lebih dekat dan lebih baik dari sebelumnya. Hal ini dengan sendirinya memiliki peran penting dalam menyampaikan pemikiran Imam Khomeini dan tujuan kebangkitan kepada dunia. Terkait serangan rezim Zionis dan perang antara negara-negara Arab dengan Israel, Imam Khomeini berusaha mendukung kebangkitan umat Islam Palestina dan negara-negara yang berada di garis terdepan. Beliau melakukan berbagai pertemuan dengan para pemuka lembaga perjuangan Palestina, mengirim para utusan ke Lebanon, memberikan bantuan materi dan maknawi dan mengeluarkan fatwa penting dan bersejarah bahwa mendukung kebangkitan bangsa Palestina dan negara-negara yang diserang baik senjata, ekonomi maupun spiritual merupakan kewajiban agama. Ini adalah usaha pertama kali yang dilakukan dalam skala luas oleh salah seorang marji taklid Syiah.

Sementara di dalam negeri, meskipun kondisinya benar-benar tertekan, para pengikut Imam Khomeini di hauzah, universitas maupun di tengah-tengah masyarakat dengan segala pengorbanannya, mereka mencetak dan menyebarkan pidato, buku, dan risalah Imam Khomeini untuk menjaga agar hubungan masyarakat dan generasi muda dengan tujuan kebangkitan tetap terjaga. Tentu saja di jalan ini banyak dari mereka yang harus merasakan pengasingan, pemenjaraan, penyiksaan dan bahkan mencapai syahadah. Contohnya adalah Syahadah Ayatullah Saidi dan Ayatullah Ghaffari akibat penyiksaan yang dilakukan oleh pasukan Shah Pahlevi.

Di pelbagai tahapan; ketika Shah Pahlevi merayakan pesta peletakan mahkota dan 2500 tahun kerajaan serta pesta kesenian Shiraz yang menghabiskan ratusan juta dolar biaya yang dipaksakan kepada rakyat teraniaya Iran dan mengokohkan tujuan Amerika di Iran dan kawasan, pada peristiwa pembentukan partai Rastakhis Shah Pahlevi dan ketika penandatanganan kerjasama antara Shah Pahlevi dan rezim Zionis, pesan-pesan dan pidato-pidato Imam Khomeini di Najaf merupakan satu-satunya lidah penyambung protes dan perlawanan rakyat Iran yang disampaikan kepada penduduk dunia dan menghidupkan semangat revolusi di hati rakyat Iran. Biasanya, setiap tahun tepat pada ulang tahun 15 Khordad para santri muda dan revolusioner hauzah memperingati peristiwa tersebut dengan melakukan demonstrasi dan menyelenggarakan acara baik umum maupun khusus - dalam keterasingan dan kesendirian - yang paling tampak adalah kebangkitan 3 hari para santri di madrasah Feizieh Qom pada tahun 1354 Hs. Teriakan "Mampus Pemerintahan Pahlevi" dan "Salam untuk Khomeini" berlanjut selama 3 hari di Qom meskipun harus menghadapi tekanan dan ancaman Shah Pehlevi. Dan pada akhirnya pasukan khusus Shah Pahlevi anti huru hara menyerang melalui atap dan pintu madrasah Feizieh dan menangkap sekitar 500 santri dan untuk sementara madrasah feizieh kembali diliburkan dan hanya pesan dan pidato Imam Khomeini yang mendukung sikap berani ini.

Peristiwa kebangkitan ulama anti RUU Negara Bagian dan juga referendum Shah Pahlevi berakibat munculnya kebangkitan 15 Khordad. Tindakan Imam Khomeini dan keberadaan Imam Khomeini sebagai pemimpin kebangkitan menjadikan para marji taklid Iran waktu itu bekerjasama dan sependapat. Hasil pertemuan dan perundingan Imam Khomeini dengan para marji taklid biasanya disampaikan berupa pengumuman bersama atau pengumuman secara terpisah. Para santri muda dan murid-murid revolusioner Imam Khomeini melakukan dukungan terhadap kebangkitan namun banyak anasir yang punya nama tidak mampu memahami kebangkitan Imam Khomeini dan senantiasa berusaha menggagalkannya dengan beragam cara. Mereka terdiri dari berbagai kalangan luas. Mulai dari para penentang filsafat dan irfan, orang-orang yang sok suci yang menganggap politik tidak pantas bagi ulama, sampai kelompok-kelompok Hujjatieh dan Velayati.

Dalam pertemuan umum dan khusus, masing-masing dari mereka senantiasa mempertanyakan tujuan kebangkitan. Selain itu, ada juga orang-orang yang hanya menginginkan ketenangan yang menilai marjaiyat dan pimpinan agama hanya terbatas pada dicium tangannya, menulis risalah dan mengumpulkan zakat dan khumus, dan menganggap kebangkitan Imam Khomeini sebagai faktor pengacau kondisi yang mereka maukan, juga orang-orang yang secara resmi atau di balik layar ada ikatan dengan rezim Shah Pahlevi.

Imam Khomeini yang kesabarannya terkenal di kalangan masyarakat, dalam pesannya menyebutkan betapa sulitnya perjuangan di masa-masa itu:

"Sakit hati yang dirasakan oleh ayah tua kalian dari orang-orang kolot ini sama sekali tidak pernah dirasakan dari tekanan dan kesulitan yang dilakukan orang lain... belajar bahasa asing adalah kufur, filsafat dan irfan termasuk dosa dan syirik. Di madrasah Feiziyeh putra kecil saya almarhum Mostafa meminum air dengan kendi; mereka mencuci kendi tersebut karena saya mengajarkan filsafat!"

Dengan semua kesulitan ini kehadiran Imam Khomeini secara langsung dalam peristiwa tahun 1340 sampai 1343 Hs di hauzah ilmiah Qom, menjadikan semua upaya musuh gagal. Namun pengasingan Imam Khomeini merupakan awal masa keteraniayaan dan keterasingan panjang para pengikut Imam Khomeini di hauzah dan mulai berkembang dan menguatnya gerakan musuh. Tekanan-tekanan Shah Pahlevi dan penumpasan kebangkitan menciptakan sarana sehingga mayoritas ulama menilai sebaiknya diam! Sehingga ketika kebangkitan kembali mencapai puncaknya pada tahun 1356 Hs tidak terlihat ada gerakan, pesan dan ucapan terang-terangan yang menunjukkan adanya usaha menyukseskan tujuan kebangkitan, selain selebaran-selebaran Imam Khomeini dan para pengikutnya, kalaupun terlihat itu sangat sedikit." (IRIB Indonesia / Emi Nur Hayati)

Dikutip dari penuturan almarhum Hujjatul Islam Sayid Ahmad Khomeini, anak Imam Khomeini ra.

No comments