Header Ads

test

Keberkahan Adanya Imam Mahdi Ajf pada Masa Kegaiban


1. Berseminya harapan: Keyakinan kepada imam yang hidup yang diharapkan sewaktu-waktu dapat muncul adalah sebagaimana hidupnya seorang panglima di medan perang yang menjadi penyebab munculnya harapan kemenangan di antara prajurit. 

2. Manfaat tarbiyah dan pembinaan diri. Sebagaimana yang telah dijelaskan, dengan memerhatikan pengawasan yang dilakukan oleh Imam Zaman Ajf pada setiap minggunya terkait dengan seluruh perbuatan, tentu hal ini akan menyisakan pengaruh khusus pada diri setiap orang. Karena sebagian ayat seperti, Dan beramallah, maka Allah Swt akan menyaksikan perbuatanmu, dan Rasul-Nya dan orang-orang beriman (QS Al-Taubah [9]:106) dan banyak riwayat yang berkisah tentang penunjukan seluruh perbuatan baik orang-orang saleh dan para pendosa (di hadapan para maksum). Hal ini tentu akan meniscayakan adanya perhitungan (muhâsabah) dan pengawasan (murâqabah) atas seluruh perbuatannya. Orang-orang beriman yang menanti, memandang diri dan seluruh amal perbuatannya hadir di hadapan sosok mulia ini. Mukmin penanti tentu akan merasa takut jangan sampai membuat sosok mulia ini kecewa dan bersedih hati atas perbuatan yang dilakukannya atau tidak mendapat perhatian khusus beliau. Dengan demikian, ia akan menjaga seluruh amal dan perbuatannya. Ia akan berupaya keras untuk lebih mendekat dan menarik perhatian Imam Zaman dengan mempersiapkan dan membina dirinya semaksimal mungkin. [9] 

3. Menjaga ajaran Ilahi: Amirul Mukminin Ali as, dalam sabdanya yang penuh cahaya dan ringkas, menegaskan keharusan adanya para pemimpin Ilahi pada setiap masa dan zaman: "Iya.. Sekali-kali bumi tidak akan pernah kosong dari orang-orang yang memelihara hujah Allah, baik secara terbuka dan terkenal ataupun, laten dan tersembunyi, agar hujah dan bukti-bukti Allah tidak disangkal." [10] 

Dengan berlalunya waktu dan bercampurnya seluruh kecenderungan, pemikiran pribadi seseorang pada masalah-masalah keagamaan, bermunculannya bid'ah dan terulurnya tangan-tangan para perusak terhadap konsep-konsep keagaman, hilanglah sebagian keutamaan dan pelbagai perubahan yang diinginkan justru terbukti merugikan. 

Air segar wahyu telah diturunkan dari langit, dengan melintasi pelbagai pikiran, secara perlahan menjadi kelam dan gelap. Nilai petunjuk yang ditawarkannya telah sirna. Cahaya benderang wahyu ini, dengan melintasi kaca-kaca kegelapan pikiran, semakin kehilangan warna. Pendeknya, sedemikian orang-orang dungu dan jahil, dan bid'ah yang muncul dalam agama Ilahi sehingga untuk mengenal bentuk aslinya setiap orang akan berhadapan dengan selaksa kesulitan. 

Dengan kondisi sedemikian, apakah tidak urgen, di kalangan Muslimin muncul seseorang yang menghidupkan konsep-konsep perennial Islam dalam bentuk aslinya dan menjaganya untuk masa depan umat manusia? Namun apakah wahyu samawi kembali akan turun kepada seseorang? Tentu saja tidak! Gerbang wahyu telah tertutup selama seiring berakhirnya silsilah kenabian (khâtamiyyah). Maka itu, bagaimana ajaran orisinal Islam tetap terjaga dalam bentuk aslinya dan mencegah pelbagai penyimpangan, perubahan dan khurafat serta memelihara ajaran samawi ini bagi generasi-generasi mendatang. Apakah masalah ini tidak dapat diselesaikan kecuali dengan media seorang Imam Maksum, baik secara terbuka dan terkenal, atau tersembunyi dan laten? (Agar hujah dan bukti-bukti Allah tidak disangkal). [11] 

4. Pembinaan satu kelompok elit: Imam Zaman Ajf pada masa kegaiban adalah laksana surya di balik awan. [12] Keberadaan surya di balik awan tidak bermakna bahwa makhluk hidup tidak mendapatkan manfaat darinya. Atau sang surya tidak memberikan manfaat. Di antara keberkahan Imam Zaman pada masa kegaiban adalah bahwa sekelompok orang dapat melesak ke atas awan secara langsung mengambil manfaat dari sinar surya dan secara perlahan di bawah pancaran langsung surya ini ia membina dan membangun dirinya. 

5. Penetrasi ruhani (pengajaran takwini melalui wilâyah takwini). Imam Zaman Ajf adalah sosok yang tiada bandingannya sehingga membuat orang-orang akan siap sedia di mana pun mereka berada, mereka tersedot pengaruh magnet khusus energi kuat dan pribadinya yang serba meliputi. Melalui jalan ini, Imam Mahdi Ajf dapat dengan langsung membina jiwa-jiwa mereka, meski jiwa-jiwa tersebut tidak begitu mengetahui perkara ini. 

Imam Ajf dari sudut pandang batin memiliki wilâyah (otoritas) atas seluruh perbuatan manusia dan apa yang terkait dengan batin dan hakikat petunjuk (hati-hati dan seluruh perbuatan) adalah tersingkap bagi Imam Ajf. Karena itu, baik dan buruk hadir di sisinya. Jalan kebahagiaan dan penderitaan berada di bawah kekuasannnya. Karena itu, maqam imamah senantiasa disertai bimbingan (hidâyah). Dan bimbingan ini tidak bermakna sekedar menunjukkan jalan melainkan menyampaikan pada tujuan (ishâl ilal mathlûb). Karena menunjukkan jalan, menyampaikan pada tujuan, menyeru manusia kepada Tuhan merupakan pekerjaan seluruh nabi dan orang beriman. [13] 

6. Tujuan penciptaan: Tujuan penciptaan laksana taman yang rimbun dan asri yang manusia merupakan pepohonan di taman ini. Mereka yang berada pada lintasan kesempurnaan adalah pepohonan dan cabang-cabang yang lebat dan dedaunan dari taman ini. Tujuan menyiram taman ini adalah supaya pepohonan menghasilkan buah bukan ilalang liar "Inna al-ardha yaritsuha 'ibadiya al-shalihun." (Sesungguhnya hamba-hamba-Ku yang saleh (akan) mewarisi bumi ini, (QS Al-Anbiya [21]:105) Apabila suatu hari, seluruh pepohanan menjadi kering dan orang-orang saleh dicerabut dari muka bumi, maka tidak tersisa lagi alasan untuk menyiram dan memberikan emanasi terhadap taman ini. Dan imam maksum, karena merupakan manusia sempurna, adalah simbol kelompok orang-orang saleh dan tujuan utama penciptaan. Karena itu mereka yang menjadi objek wicara hadis, "laulaka lama khalaqtu al-aflak" (Sekiranya kalau bukan karena kalian [Ahlulbait] maka sekali-kali aku tidak akan menciptakan semesta). [14] Atau dijelaskan, "Lau baqiyat al-ardhu bighair al-imam lasakhat." (Sekiranya bumi tersisa tanpa imam maka ia akan hancur." [15] Atau, "Biyumnihi razaq al-wara wa biwujudihi tsabatat al-ardhu wa al-sama." [16] Artinya, dengan perantara keberkahan wujud Hujjah Ilahi sehingga manusia memperoleh rezeki dan lantaran keberadaannya sehingga bumi dan langit tetap tegak." 

7. Media emanasi: Dalam ranah ilmu irfan disebutkan bahwa Allah Swt (al-Haqq) berada pada tataran wahdat (Kesatuan) dalam makam penampakan-penampakan zati. Dan pada penampakan-penampakan katsrat, Dia menampilkan entifikasi-entifikasi (ta'ayyunât) khusus. Akan tetapi, wahdat tersebut tanpa katsrat dan katsrat tanpa wahdat hakiki. Karena itu keduanya memerlukan tajalli (penjelmaan) ketiga yang dapat menampilkan maqam yang menghimpun di antara keduanya (jamak) dan menampilkannya secara rinci. Tajalli ketiga tersebut adalah terminal antara alam rububiyah dan ubudiyyah; penghimpun antara Hak dan khalq (ciptaan). Dari satu sisi, berkenaan dengan alam natural (alam katsrat) dan dari sisi lain bertautan dengan alam wahdat (kesatuan), yaitu menjadi sebuah media di antara dua alam ini. Manusia sempurna (insan kamil) yang objek nyatanya adalah para imam maksum as, memiliki dua hubungan ini. Dan, atas dasar ini, mereka adalah media emanasi (faydh) bagi kita (katsrat mahdh) dan manifestasi rububiyah Tuhan. Dan apabila disebutkan bahwa: "Bihim yarzuqunaklah 'ibadahu wa bihim yunzilu al-qatra min al-sama wa bihim tukhriju barakat al-ardh." (Melalui perantara mereka Allah Swt menganugerahi rezeki kepada para hamba-Nya, dan menurunkan tetesan hujan dari langit serta mengeluarkan segala keberkahan bumi" [17], maka ucapan ini bukan merupakan pepesan kosong semata dan ucapan hiperbola. Dengan memerhatikan maqam ini, Imam Shadiq as bersabda, "Nahnu al-Asma al-husna" [18], kami adalah seluruh nama indah Tuhan. Dengan demikian, berlangsungnya mekanisme penciptaan dan penganugerahan emanasi (faydh) kepada selain Tuhan, petunjuk, tarbiyah dan pembinaan diri manusia dan seterusnya hanya dapat ditelusuri pada sosok imam yang hidup dan segenap makhluk mendapatkan manfaat dari keberadaannya serta melepaskan dahaga seluruh makhluk. [IQuest] 

Catatan Kaki:

[1] Bihâr al-Anwâr, jil. 52, hal. 91. 

[2] Bihâr al-Anwâr, jil. 51, hal. 152.

[3] Itsbât al-Hidâyah, jil. 6, hal. 437. Silahkan lihat, Dâdgastari-ye Jahân, hal. 146-149. 

[4] Bihâr al-Anwâr, jil. 51, hal. 113.

[5] Bihâr al-Anwâr, jil. 52, hal. 122. 

[6] Silahkan lihat, Hukûmat-e Jahâni Mahdi Ajf, Makarim Syirazi, hal. 99-101.

[7]Tafsir Burhan, terkait dengan ayat 105, surah al-Taubah; al-Qiyadat fi al-Islam, Rei yahri, hal-hal. 84-85. 

[8] Silahkan lihat, Hukumat-e Jahani Mahdi Ajf, hal. 101-113 

[9] Silahkan lihat kitab-kitab tafsir terkait ayat 106 surah al-Taubah; Al-Mizan, jil. 9, hal. 85; Tafsir Burhan, jil. 2, hal. 158; Ushûl al-Kâfî, jil. 1, hal. 219-220. 

[10] Nahj al-Balaghah, Kalimat Hikmah, 147; Mizân al-Hikmah, jil. 1, hal. 167. Silahkan lihat juga, Ushûl Kâfî, jil. 1, hal. 178-180.

[11] Dari khotbah 146 Nahj al-Balâghah dapat disimpulkan bahwa Imam Zaman ajf akan berusaha membela Islam. Silahkan lihat, Hukumat-e Jahani Mahdi, ajf, Makarim Syirazi, hal. 226-229. 

[12] Bihâr al-Anwâr, cetakan lama, jil. 13, hal. 129. 

[13] Al-Mizân, jil. 1, hal. 275-276; Syiah dar Islâm (Shite in Islam), hal. 256, bagian keenam ihwal Makrifat Imam. Untuk telaah lebih jauh terkait pengaruh wilayah takwini dalam memandu dan memberikan petunjuk kepada manusia silahkan lihat, kitab al-Qiyâdah fii al-Islâm, Rey Syahri, hal. 74-78. Dengan menyebutkan sebuah riwayat dari kitab Ushûl Kâfî, jil. 1, hadis pertama, hal. 194, penulis berkata, "Surya di samping pendaran cahaya materialnya berpengaruh dalam menyempurnakan materi demikian juga surya maknawi (spiritual). Al-Qiyâdah fii al-Islâm, hal. 80. 

[14] Hukûmat-e Jahâni Mahdi, hal. 268-269. 

[15] Al-Kâfî, jil. 1, hal. 179; Mizân al-Hikmah, jil. 1, hal. 168. 

[16] Hukumat-e Jahani Mahdi, hal. 268-269. 

[17] Bihâr al-Anwâr, jil. 23, hal. 19.

[18] Nur al-Tsaqalaîn, jil. 2, hal. 103; Ushûl al-Kâfî, Kitab Tauhid, hadis 4. 

No comments