Kunci Gerbang Muharam
Manusia memerlukan persiapan untuk menghadapi segala sesuatu yang dituju, karena persiapan akan menjadikannya yakin dan mantap dalam menjalani sesuatu tersebut, misalkan suatu tim sepakbola akan menghadapi tim lawan dalam piala dunia, mereka akan bersiap dengan berlatih keras agar memenangkan pertandingan. Beberapa hari lagi kita akan menghadapi pintu gerbang Muharam yang di dalamnya terdapat madrasah yang sangat luas, dimulai dari kesetiaan, kesabaran, keberanian, pengorbanan, dan sebagainya.
Dunia adalah madrasah, manusia adalah pelajar, dan Imam Husain as adalah sang guru, pelajarannya adalah kemuliaan. Semua ini tidak akan dapat diraih tanpa persiapan yang matang.
Ahlulbait as mengajarkan kepada kita bagaimana harus melakukan persiapan, mereka adalah adzikr wujud dari ayat “Fas alu ahladz-dzikri in kuntum la ta’lamun”, kita akan bertanya kepada mereka bagaimana kita harus bersiap guna memasuki gerbang Muharam.
Dalam kitab Bihar al-Anwar jilid 98 dikutip sebuah riwayat tentang perkataan Imam Jafar Ash-shadiq as ketika berziarah kepada Aba Abdillah al-Husain as, Imam Shadiq as berkata, “Sebelum berziarah kepada Al-Husain bacalah subhanallah walhamdulillah wa la ilaha illallah wa llahu akbar 7x, kemudian bacalah labbayka ya da’iyallah (aku menyambutmu wahai penyeru agama Allah) sebanyak 7 x.”
Kemudian Imam as berkata, “Wahai Abu Abdillah! Meski tubuhku tak bersamamu -ketika engkau menyeru hal min nashirin yanshuruni- tapi aku menyeru sambutanmu dengan hatiku, telingaku, mataku, fikiranku, dan kehendakku untuk tunduk di hadapanmu.”
Dapat kita simpulkan dari perkataan Imam as bahwa ada lima macam persiapan untuk kita jika ingin bertemu Aba Abdillah al-Husain as, yaitu:
1. Persiapan Hati
Seorang yang ingin memasuki madrasah Al-Husain di bulan Muharam harus membersihkan hatinya dari segala penyakit dan dosa, seperti hasud, dengki, suka pamer (ria), emosi brutal, dan penyakit hati lainnya yang dapat menghalangi kita dari pelajaran yang ada dalam madrasah agung Muharam ini, karena yang diajarkan dalam madrasah ini adalah kemuliaan, dan orang-orang mulia adalah orang yang bertaqwa, Allah SWT berfirman, ”yang paling mulia diantara kalian adalah orang yang paling bertaqwa”. Jadi, syarat pertama memasuki gerbang Muharam adalah kesucian hati dengan ketakwaan, orang yang tidak membersihkan hatinya tidak akan bisa menyerap hakikat kemuliaan. Dalam doa mandi sunnah bulan ini diriwayatkan sebuah doa yang berbunyi ”Allahumma thahhir qalbi”, yang artinya, “Ya Allah sucikanlah hatiku.
2. Persiapan Telinga
Terkadang seorang terjebak dalam menggunjing saudaranya sendiri, dalam riwayat disebutkan bahwa orang yang mendengarkan gunjingan sama seperti yang menggunjing. Allah SWT mencela orang yang suka menggunjing dan mengumpamakannya dengan orang yang memakan bangkai saudaranya sendiri, maksud dari analogi tersebut, karena seorang yang digunjing tidak ada di hadapan kita dan tidak mampu membela dirinya, untuk itulah seseorang yang digunjing dikatakan seperti mayat yang dimakan oleh saudaranya; tak selayaknya seorang yang memakan bangkai saudaranya memasuki madrasah suci Muharam, mari kita mensucikan telinga kita dari ghibah.
3. Persiapan Mata
Pemandangan Muharam hanya dapat dirasakan oleh orang-orang yang mensucikan matanya dari hal-hal yang diharamkan oleh Allah SWT, milikilah mata Sayyidah Zainab al-Kubra as tatkala menjawab ejekan Yazid dengan perkataan, “Aku tidak melihat –dalam tragedi Karbala- kecuali keindahan”. Sucikanlah mata kalian sehingga engkau mampu meneteskan air mata keikhlasan untuk al-Husain as,yang dijanjikan bahwa airmata tersebut akan menjamin kita dari api neraka.
4. Persiapan Pikiran
Pesiapkanlah pikiran kita, perbaharuilah ikatan janji setia dengan Imam Husain as bahwa kita sungguh-sungguh dalam mengatakan, “Inni silmun liman salamakum wa harbun liman harobakum”. Ya Husain aku berdamai dengan orang yang berdamai denganmu dan aku berlepas diri dari orang yang memerangimu.
5. Persiapan Perasaan dan Keinginan
Terkadang seseorang ingin melakukan suatu kebaikan akan tetapi kehendak dia lemah sehingga terkalahkan oleh rasa malas atau terhalang oleh suatu kepentingan. Pelajaran madrasah Muharam adalah pelajaran yang memerlukan tekad yang kuat, sebagaimana kepedulian dan pengorbanan yang diajarkan oleh Abul Fadhl Abbas dan al-Hur ar-Riyahi, tanpa memperkuat tekad kita tidak akan pernah dapat memahami seberapa besar pengorbanan mereka, bacalah al-Quran di manapun dan kapanpun, sebutlah nama Abu Abdillah al-Husain ketika hendak meminum air, tambahlah makrifah (pengetahuan) dengan kajian keilmuan, karena hal tersebut dapat memberikan kekuatan kepada tekad kita dalam melakukan kebaikan.
Nasihat Imam Ali Ar-Ridha kepada Rayyan bin Syabib ketika memasuki Bulan Muharam
1. Berpuasalah
Rayyan bin Syabib (salah seorang sahabat Imam Ridha as) meriwayatkan: Suatu hari di awal bulan Muharam dia bertemu dengan Imam Ridha as, kemudian mereka berbincang.
Imam as, “Wahai putra Syabib apakah anda berpuasa hari ini?”
Ibnu Syabib, “Tidak wahai Imam.”
Imam as, “Tahukah Anda bahwa Nabi Zakariya as berpuasa di hari pertama bulan Muharam agar Allah menganugerahkan padanya keturunan (Nabi yahya as)! Wahai putra Syabib jika Anda berpuasa di hari ini niscaya Allah akan mengabulkan segala doamu.
2. Menangislah untuk al-Husain
Imam Ridha as berkata, “Wahai putra syabib! Jika engkau menangisi al-Husain as sehingga airmatamu mengalir di pipimu, Allah SWT akan mengampuni seluruh dosamu.”
Perlu ditegaskan bahwa hadis ini tidak bermaksud untuk melegitimasi seseorang untuk berbuat dosa semaunya karena dosa tersebut dapat dihapus dengan airmata untuk al-Husain as, akan tetapi maksud dari tangisan tersebut adalah tangisan yang dapat mereformasi jiwa dari kekafiran menjadi ketaatan, dari kemusyrikan menjadi tauhid, dan dari kemaksiatan menjadi ketakwaan, sebagaimana yang ditunjukan oleh Raja Najasyi ketika dibacakan surat Maryam oleh utusan Rasulullah saw untuk Habasyah, dia menangis meneteskan airmata, yang kemudian airmata itu menghapus kemusyrikannya dan dia pun masuk Islam.
3. Ratapilah Al-Husain dalam segala musibah
Imam Ridha as berkata, “Wahai putra Syabib! Jika engkau bersedih karena suatu musibah maka ratapilah al-Husain as.”
4. Ziarahilah al-Husain as
Imam Ridha as berkata, “Wahai putera Syabib! Jika Anda ingin bertemu dengan Allah SWT dalam keadaan suci tanpa dosa, ziarahilah al-Husain as.”
5. Berlepas diri dari para pembunuh al-Husain as
Imam Ridha as berkata, “Wahai putera Syabib! Jika engkau ingin tinggal di surga, berlepas dirilah dari para pembunuh al-Husain as.”
6. Ucapkanlah “Ya laytana kunna ma’akum…”
Imam Ridha as berkata, “Wahai putera Syabib! Jika Anda ingin dibangkitkan bersama para syuhada Karbala, setiap mendengar nama al-Husain as, keluarga, dan para sahabatnya, ucapkanlah, ‘Ya laytani kuntu ma’akum fa afuza fawzan adzhima’, oh seandainya dulu aku berada di Karbala bersamamu niscaya aku beruntung.”
7. Rasakanlah perasaan kami (Ahlulbait)
Imam Ridha as berkata, “Wahai putera syabib! Jika engkau ingin berada di surga bersama kami bersedihlah atas musibah kami, dan berbahagialah dengan kebahagiaan kami.”
Pentingnya Mengadakan Majlis Duka untuk Abu Abdillah As
Kisah Di’bil Al-Khuzza’i
Suatu hari Di’bil al-Khuzza’I salah seorang sahabat Imam Ridha as yang masyhur dengan syair-syairnya melihat Imam as sedang duduk dalam keadaan mata berlinang airmata, diapun menghampiri Imam as dan berkata, “Salam atasmu wahai Imam, apa yang dapat aku lakukan untukmu?” Imam as berkata, “Adakanlah majlis ‘aza dan bacakanlah syair tentang musibah Abu Abdillah as, Di’bil meng-iyakan perkataan Imam as. Lalu Imam as berkata, ”Tunggu sebentar”, Imam as pun beranjak dari tempat duduknya dan mendirikan tenda serta membagi tempat buat laki-laki dan perempuan untuk khidmatnya majlis duka Abu Abdillah as. Imam Ridha as sendiri menyediakan segala sesuatu untuk terselenggaranya majlis duka, dan kelak menjadi contoh bagi para pecinta setelahnya.
Kisah Misma’
Misma’ adalah seorang sahabat Imam Ja’far Ash-Shadiq as, suatu hari dia pergi menemui Imam as,
Imam as berkata, ”Dari mana asalmu?”
Misma’,”Aku dari Iraq”.
Imam as, “Apakah engkau pergi berziarah ke makam Abi Abdillah al-Husain as?”
Misma’, “Tidak wahai Imam, karena aku tinggal di Bashrah, dan aku merupakan orang terkenal di sana, jika aku pergi berziarah mereka akan membunuhku.”
Imam as, “Apakah Anda mengadakan majlis duka untuk mengingat musibah al-Husain?”
Misma’, “Iya wahai Imam, aku menangis dan tenggelam dalam kesedihan sampai-sampai karena itu aku tidak ingat makan dan minum.”
Imam as pun meneteskan airmata dan akupun menangis karenanya.
Oleh : Sayyid Ahmad Bagir Al-Athas (Mahasiswa S1 Jurusan Ulumul Quran di Universitas Imam Khomeini Qom, Republik Islam Iran)
Sumber : IPABI Online
Dunia adalah madrasah, manusia adalah pelajar, dan Imam Husain as adalah sang guru, pelajarannya adalah kemuliaan. Semua ini tidak akan dapat diraih tanpa persiapan yang matang.
Ahlulbait as mengajarkan kepada kita bagaimana harus melakukan persiapan, mereka adalah adzikr wujud dari ayat “Fas alu ahladz-dzikri in kuntum la ta’lamun”, kita akan bertanya kepada mereka bagaimana kita harus bersiap guna memasuki gerbang Muharam.
Dalam kitab Bihar al-Anwar jilid 98 dikutip sebuah riwayat tentang perkataan Imam Jafar Ash-shadiq as ketika berziarah kepada Aba Abdillah al-Husain as, Imam Shadiq as berkata, “Sebelum berziarah kepada Al-Husain bacalah subhanallah walhamdulillah wa la ilaha illallah wa llahu akbar 7x, kemudian bacalah labbayka ya da’iyallah (aku menyambutmu wahai penyeru agama Allah) sebanyak 7 x.”
Kemudian Imam as berkata, “Wahai Abu Abdillah! Meski tubuhku tak bersamamu -ketika engkau menyeru hal min nashirin yanshuruni- tapi aku menyeru sambutanmu dengan hatiku, telingaku, mataku, fikiranku, dan kehendakku untuk tunduk di hadapanmu.”
Dapat kita simpulkan dari perkataan Imam as bahwa ada lima macam persiapan untuk kita jika ingin bertemu Aba Abdillah al-Husain as, yaitu:
1. Persiapan Hati
Seorang yang ingin memasuki madrasah Al-Husain di bulan Muharam harus membersihkan hatinya dari segala penyakit dan dosa, seperti hasud, dengki, suka pamer (ria), emosi brutal, dan penyakit hati lainnya yang dapat menghalangi kita dari pelajaran yang ada dalam madrasah agung Muharam ini, karena yang diajarkan dalam madrasah ini adalah kemuliaan, dan orang-orang mulia adalah orang yang bertaqwa, Allah SWT berfirman, ”yang paling mulia diantara kalian adalah orang yang paling bertaqwa”. Jadi, syarat pertama memasuki gerbang Muharam adalah kesucian hati dengan ketakwaan, orang yang tidak membersihkan hatinya tidak akan bisa menyerap hakikat kemuliaan. Dalam doa mandi sunnah bulan ini diriwayatkan sebuah doa yang berbunyi ”Allahumma thahhir qalbi”, yang artinya, “Ya Allah sucikanlah hatiku.
2. Persiapan Telinga
Terkadang seorang terjebak dalam menggunjing saudaranya sendiri, dalam riwayat disebutkan bahwa orang yang mendengarkan gunjingan sama seperti yang menggunjing. Allah SWT mencela orang yang suka menggunjing dan mengumpamakannya dengan orang yang memakan bangkai saudaranya sendiri, maksud dari analogi tersebut, karena seorang yang digunjing tidak ada di hadapan kita dan tidak mampu membela dirinya, untuk itulah seseorang yang digunjing dikatakan seperti mayat yang dimakan oleh saudaranya; tak selayaknya seorang yang memakan bangkai saudaranya memasuki madrasah suci Muharam, mari kita mensucikan telinga kita dari ghibah.
3. Persiapan Mata
Pemandangan Muharam hanya dapat dirasakan oleh orang-orang yang mensucikan matanya dari hal-hal yang diharamkan oleh Allah SWT, milikilah mata Sayyidah Zainab al-Kubra as tatkala menjawab ejekan Yazid dengan perkataan, “Aku tidak melihat –dalam tragedi Karbala- kecuali keindahan”. Sucikanlah mata kalian sehingga engkau mampu meneteskan air mata keikhlasan untuk al-Husain as,yang dijanjikan bahwa airmata tersebut akan menjamin kita dari api neraka.
4. Persiapan Pikiran
Pesiapkanlah pikiran kita, perbaharuilah ikatan janji setia dengan Imam Husain as bahwa kita sungguh-sungguh dalam mengatakan, “Inni silmun liman salamakum wa harbun liman harobakum”. Ya Husain aku berdamai dengan orang yang berdamai denganmu dan aku berlepas diri dari orang yang memerangimu.
5. Persiapan Perasaan dan Keinginan
Terkadang seseorang ingin melakukan suatu kebaikan akan tetapi kehendak dia lemah sehingga terkalahkan oleh rasa malas atau terhalang oleh suatu kepentingan. Pelajaran madrasah Muharam adalah pelajaran yang memerlukan tekad yang kuat, sebagaimana kepedulian dan pengorbanan yang diajarkan oleh Abul Fadhl Abbas dan al-Hur ar-Riyahi, tanpa memperkuat tekad kita tidak akan pernah dapat memahami seberapa besar pengorbanan mereka, bacalah al-Quran di manapun dan kapanpun, sebutlah nama Abu Abdillah al-Husain ketika hendak meminum air, tambahlah makrifah (pengetahuan) dengan kajian keilmuan, karena hal tersebut dapat memberikan kekuatan kepada tekad kita dalam melakukan kebaikan.
Nasihat Imam Ali Ar-Ridha kepada Rayyan bin Syabib ketika memasuki Bulan Muharam
1. Berpuasalah
Rayyan bin Syabib (salah seorang sahabat Imam Ridha as) meriwayatkan: Suatu hari di awal bulan Muharam dia bertemu dengan Imam Ridha as, kemudian mereka berbincang.
Imam as, “Wahai putra Syabib apakah anda berpuasa hari ini?”
Ibnu Syabib, “Tidak wahai Imam.”
Imam as, “Tahukah Anda bahwa Nabi Zakariya as berpuasa di hari pertama bulan Muharam agar Allah menganugerahkan padanya keturunan (Nabi yahya as)! Wahai putra Syabib jika Anda berpuasa di hari ini niscaya Allah akan mengabulkan segala doamu.
2. Menangislah untuk al-Husain
Imam Ridha as berkata, “Wahai putra syabib! Jika engkau menangisi al-Husain as sehingga airmatamu mengalir di pipimu, Allah SWT akan mengampuni seluruh dosamu.”
Perlu ditegaskan bahwa hadis ini tidak bermaksud untuk melegitimasi seseorang untuk berbuat dosa semaunya karena dosa tersebut dapat dihapus dengan airmata untuk al-Husain as, akan tetapi maksud dari tangisan tersebut adalah tangisan yang dapat mereformasi jiwa dari kekafiran menjadi ketaatan, dari kemusyrikan menjadi tauhid, dan dari kemaksiatan menjadi ketakwaan, sebagaimana yang ditunjukan oleh Raja Najasyi ketika dibacakan surat Maryam oleh utusan Rasulullah saw untuk Habasyah, dia menangis meneteskan airmata, yang kemudian airmata itu menghapus kemusyrikannya dan dia pun masuk Islam.
3. Ratapilah Al-Husain dalam segala musibah
Imam Ridha as berkata, “Wahai putra Syabib! Jika engkau bersedih karena suatu musibah maka ratapilah al-Husain as.”
4. Ziarahilah al-Husain as
Imam Ridha as berkata, “Wahai putera Syabib! Jika Anda ingin bertemu dengan Allah SWT dalam keadaan suci tanpa dosa, ziarahilah al-Husain as.”
5. Berlepas diri dari para pembunuh al-Husain as
Imam Ridha as berkata, “Wahai putera Syabib! Jika engkau ingin tinggal di surga, berlepas dirilah dari para pembunuh al-Husain as.”
6. Ucapkanlah “Ya laytana kunna ma’akum…”
Imam Ridha as berkata, “Wahai putera Syabib! Jika Anda ingin dibangkitkan bersama para syuhada Karbala, setiap mendengar nama al-Husain as, keluarga, dan para sahabatnya, ucapkanlah, ‘Ya laytani kuntu ma’akum fa afuza fawzan adzhima’, oh seandainya dulu aku berada di Karbala bersamamu niscaya aku beruntung.”
7. Rasakanlah perasaan kami (Ahlulbait)
Imam Ridha as berkata, “Wahai putera syabib! Jika engkau ingin berada di surga bersama kami bersedihlah atas musibah kami, dan berbahagialah dengan kebahagiaan kami.”
Pentingnya Mengadakan Majlis Duka untuk Abu Abdillah As
Kisah Di’bil Al-Khuzza’i
Suatu hari Di’bil al-Khuzza’I salah seorang sahabat Imam Ridha as yang masyhur dengan syair-syairnya melihat Imam as sedang duduk dalam keadaan mata berlinang airmata, diapun menghampiri Imam as dan berkata, “Salam atasmu wahai Imam, apa yang dapat aku lakukan untukmu?” Imam as berkata, “Adakanlah majlis ‘aza dan bacakanlah syair tentang musibah Abu Abdillah as, Di’bil meng-iyakan perkataan Imam as. Lalu Imam as berkata, ”Tunggu sebentar”, Imam as pun beranjak dari tempat duduknya dan mendirikan tenda serta membagi tempat buat laki-laki dan perempuan untuk khidmatnya majlis duka Abu Abdillah as. Imam Ridha as sendiri menyediakan segala sesuatu untuk terselenggaranya majlis duka, dan kelak menjadi contoh bagi para pecinta setelahnya.
Kisah Misma’
Misma’ adalah seorang sahabat Imam Ja’far Ash-Shadiq as, suatu hari dia pergi menemui Imam as,
Imam as berkata, ”Dari mana asalmu?”
Misma’,”Aku dari Iraq”.
Imam as, “Apakah engkau pergi berziarah ke makam Abi Abdillah al-Husain as?”
Misma’, “Tidak wahai Imam, karena aku tinggal di Bashrah, dan aku merupakan orang terkenal di sana, jika aku pergi berziarah mereka akan membunuhku.”
Imam as, “Apakah Anda mengadakan majlis duka untuk mengingat musibah al-Husain?”
Misma’, “Iya wahai Imam, aku menangis dan tenggelam dalam kesedihan sampai-sampai karena itu aku tidak ingat makan dan minum.”
Imam as pun meneteskan airmata dan akupun menangis karenanya.
Oleh : Sayyid Ahmad Bagir Al-Athas (Mahasiswa S1 Jurusan Ulumul Quran di Universitas Imam Khomeini Qom, Republik Islam Iran)
Sumber : IPABI Online
Post a Comment