110 Keutamaan Imam Ali: Kantong Bersegel
Kantong Bersegel
Ahnaf bin Qais mengatakan:
"Suatu hari saya bersama Muawiyah. Ketika tiba waktu makan, jamuan makan disiapkan berisikan beragam makanan. Ketika melihat makanan sebanyak itu, saya meneteskan air mata.
Muawiyah bertanya, "Mengapa engkau menangis?"
Saya mengatakan, "Saya menangis karena mengingat kondisi Ali as. Karena suatu hari saya bersamanya. Ketika telah malam tiba dan hendak berbuka puasa, ia menahan saya untuk tetap berada di rumahnya agar saya bisa ikut ia berbuka puasa bersama Hasan dan Husein as. Ketika mereka membawakan makanan untuknya, Saya melihat ada sebuah kantong kecil yang tertutup dan disegel dengan stempel Ali as. Ia kemudian membukanya dan mengeluarkan roti kering dari dalamnya dan memakannya dengan cuka. Setelah itu menutup kembali kantong itu dan menyegelnya kembali lalu diberikan kepada Fiddhah.
Menyaksikan semua itu saya berkata, "Wahai Ali! Saya tidak menganggap Anda sebagai orang yang sedemikian kikirnya, sehingga begitu memperhatikan dan menjaga rotimu! Apakah selain Anda, ada orang lain yang sanggup memakan roti ini yang tutup kantongnya tertutup dan disegel?"
Ali as berkata, "Saya menyegel kantong ini bukan dikarenakan kikir dan tidak ingin memberi orang lain, tapi ini saya lakukan setiap saya tidak ada di rumah, anak-anak saya tidak mengoleskan minyak di atas roti ini. Saya melakukan ini agar mereka menghormati segel ini dan tidak membukanya."
Mendengar ucapanku, Muawiyah berkata, "Apa yang engkau ucapkan itu benar, wahai Ahnaf!" Tidak ada seorangpun yang bisa seperti Ali dan mengingkari keutamannya."[1]
Malaikat Maut
Nabi Muhammad Saw bersabda, "Malaikat maut ketika mencabut ruh manusia akan bersikap lembut kepada pecinta Ali as, sebagaimana ia melakukannya terhadap para nabi."[2]
Banyaknya Keutamaan Ali as
Ketika Muhammad bin Idris as-Syafi'i ditanya, "Apa pendapatmu tentang Ali as?"
Ia menjawab, "Apa yang harus kukatakan tentang seorang yang pecintanya yang harus menyimpan keutamaannya karena takut dan musuhnya ynag menyembunyikan keutamaannya karena kebencian. Sekalipun demikian, keutamaan Ali as begitu banyaknya, sehingga mampu menutupi timur dan barat dunia."[3]
Hanya Satu Baju
Abu Ishaq as-Sabi'i mengatakan, "Di suatu hari Jumat, saya diletakkan di atas pundak ayahku dan Ali as dengan berkhutbah. Beliau mengipasi dirinya dengan tangan bajunya. Saya bertanya, ‘Ayah! Apakah Amirul Mukminin as kepanasan?' Ayahmu menjawab, ‘Tidak. Bajunya masih basah, bukannya ia kepanasan. Ali baru saja mencuci pakaiannya dan masih sedikit basah. Ia tidak memiliki baju lain untuk dipakai, itulah mengapa ia mengangin-anginkan bajunya agar segera kering!"[4]
Sangat Jauh
Dalam ucapan yang disampaikan Dhirar yang menyifati Ali as kepada Muawiyah disebutkan, "Bila engkau melihatnya tengah berdiri di mihrab untuk beribadah, dimana tirai malam telah menutup bumi dan bintang-bintang turun menampakkan dirinya, lalu Ali as mulai memegang jenggotnya seperti orang yang digigit ular melingkar dan menangis seperti orang yang terkena musibah sambil berkata, ‘Wahai dunia! Apakah engkau ingin mendekatiku dan berharap dariku! Jauh sekali, jauh sekali. Aku tidak membutuhkanmu. Aku telah mentalakmu dengan talak tiga dan tidak akan rujuk kepadamu.' Setelah ia berkata, ‘Ah, ah, betapa jauhnya perjalanan, sedikitnya bekal dan sulitnya jalan."
Dhirar mengataakan, "Muawiyah menangis dan berkata, "Cukuplah, wahai Dhirar! Demi Allah, Ali as seperti yang engkau gambarkan. Semoga Allah merahmati Abu al-Hasan."[5]
Persamaan
Sebagian sahabat Ali as mendatangi beliau dan meminta agar orang-orang tertentu diberi bagian lebih dari Baitul Mal.
Imam Ali as berkata, "Demi Allah! Selama matahari bersinar dan bintang-bintang di langit bercahaya, saya tidak akan melakukan hal ini. Demi Allah! Bila harta di Baitul Mal ini milikku, saat membaginya, saya pasti membaginya secara adil dan sama rata, apa lagi ini bukan milikku, tapi milik umat Islam."[6]
Menjual Pedang
Imam Ali as membawa pedangnya ke pasar dan berkata, "Pedang ini miliku, adakah yang ingin membelinya?" Demi Allah yang jiwaku di tangan-Nya, bila saya memiliki satu dirham saja, maka pedang ini tidak akan kujual."[7]
Ayah Anak Yatim
Habib bin Tsabit mengatakan:
"Saya membawa sejumlah madu ke Baitul Mal. Imam Ali as kemudian memerintahkan agar anak-anak yatim dibawa ke sini. Ketika membagikan madu kepada mereka yang berhak, beliau mengatakan dirinya sendiri yang akan menyuap anak-anak yatim dengan madu. Waktu itu ada yang bertanya, ‘Mengapa engkau melakukan hal itu?' Beliau menjawab, ‘Inna al-Imama Abu al-Yatama... Sesungguhnya seorang imam itu adalah ayah anak-anak yatim. Saya menyuap madu ke mulut anak-anak sebagai ganti ayah mereka yang tidak ada."[8]
Makanan Ali as
Amirul Mukminin as selama lima thaun menjadi khalifah umat Islam tidak ada perubahan dalam diri beliau terkait pakaian dan makanannya. Beliau tidak pernah makan dua jenis makanan di satu tempat, bahkan di malam syahadahnya, ketika itu beliau menjadi tamu di rumah putrinya Ummu Kultsum, putrinya membawakan untuknya susu, garam dan roti, tapi beliau berkata, "Putriku! Apakah engkau tidak tahu ayahmu hingga saat ini tidak pernah makan makanan lebih dari dua jenis? Ambillah susu itu dan buatku roti dan garam sudah cukup."[9]
Penghulu Kefasihan
Imam Yahya al-Yamani, penulis buku at-Thiraz mengatakan, "Keindahan dan kelugasan ucapan serta makna ucapan Ali as mampu membuat kenyang setiap orator. Setiap orator yang menggunakan metode pidatonya seakan-akan ia telah memakai pakaian orator terkenal. Karena Ali as pintu gerbang balaghah dan tempat lahirnya dan puncak kefasihan. Beliau sendiri berkata, "Kami pemimpin negara kefasihan dan pohon kefasihan dalam wujud kami berakar sangat dalam, sehingga memiliki cabang dan ranting."[10]
Ied Hingga Hari Kiamat
Seorang ulama Yahudi mendatangi Umar bin Khatthab dan berkata, "Dalam al-Quran kalian ada ayat yang turun kepada nabi kalian. Bila ayat itu ada dalam Injil kami, maka hari diturunkannya ayat itu akan kami jadikan hari ied."
Umar bertanya kepadanya, "Ayat yang mana?"
Ulama Yahudi itu menjawab, "Al-Yaum Akmaltu Lakum Dinakum..."[11]
Umar berkata, "Saya mengetahui kapan dan di mana ayat ini diturunkan. Waktu itu kami berada bersama Rasulullah Saw dan hari itu kami menjadikannya sebagai hari raya, bahkan setelah itu hingga Hari Kiamat bagi kami hari itu sebagai hari ied."
http://indonesian.irib.ir/
Post a Comment