Pemikiran Politik Mulla Sadra
All About Ahlulbait - Sistem politik yang berpijak kepada hikmah politik tertinggi akan memiliki legitimasi jika tetap berjalan di atas undang-undang Ilahi. Jaminan akan hal ini adalah sirah dan pengawasan tetap pemimpin mujtahid.
Sebagian peneliti ilmu politik berkesimpulan bahwa Mulla Sadra tidak menambahkan poin baru dalam pembahasan politik Al-Farabi dan Ibn Sina dan hanya mencukupkan kajian umum Al-Farabi.
Hujjatul Islam Najaf Lakzayi, Direktur Lembaga Penelitian Ilmu dan Budaya Islam, pada tahun 2002 dengan menulis buku bertema ’Pemikiran Politik Mulla Sadra’ menunjukkan bahwa dengan gagasan hikmah politik tertinggi telah dimulai era baru dalam pemikiran politik Syiah yang merupakan petunjuk adanya perselisihan sebelumnya antara politikus religius dan sistem kerajaan. Hal inilah yang membuka ruang bagi terwujudnya gagasan teroritis dan praktis pemerintahan agama di era-era mendatang.
Apa gagasan Mulla Sadra tentang pemerintahan Islam pada masa kegaiban besar Imam Mahdi As?
Sistem politik dalam pandangan Mulla Sadra adalah sistem keagamaan. Di era kenabian, Rasulullah saw berada pada posisi tertinggi dalam sistem politik, dan di masa keimamahan, Imam Suci memangku jabatan tertinggi dalam sistem politik, serta di zaman kegaiban Imam Mahdi sebagai Imam pamungkas, mujtahid komprehensif dan ulama rabbani memegang tanggung jawab tertinggi di dalam sistem politik.
Apakah pemimpin tertinggi di era kegaiban dipilih atau ditetapkan oleh Tuhan sebagaimana nabi dan imam?
Dalam pemikiran politik Mulla Sadra dapat ditarik kesimpulan bahwa pemimpin tertinggi di era kegaiban Imam Mahdi As bersifat ditetapkan, bukan dipilih oleh rakyat. Tentunya penetapan ini tidak bermakna ketidakikutsertaan rakyat secara mutlak, melainkan penetapan Ilahi bersifat hukum dan peran rakyat bersifat penerimaan. Jika rakyat tidak menerima dan mendukung, maka pemimpin Ilahi tidak dapat menjalankan kewajiban kepemimpinannya.
Apakah penetapan Ilahi itu menegaskan model pemerintahan Mulla Sadra yang kokoh?
Penetapan Ilahi terkait dengan pemimpin tertinggi Islam tidaklah berarti model sistem politik yang digagas oleh Mulla Sadra bersifat kokoh dan kuat, melainkan sebaliknya karena dalam model ini, pemimpin juga seperti rakyat pada umumnya yang berkewajiban menjamin hak-hak rakyat berdasarkan hukum-hukum Tuhan dan dalam persoalan yang tidak ada nash-nya ia harus bermusyawarah dan mengikuti kesepakatan umum. Dan hubungan antara penguasa dan rakyat sama sekali tidak boleh bersifat permukaan dan pemalsuan. Sistem politik yang berpijak kepada hikmah politik tertinggi akan memiliki legitimasi jika berjalan di atas hukum-hukum Ilahi. Jaminan akan hal ini adalah sirah dan pengawasan tetap pemimpin mujtahid. Tiga tahapan pertama dari empat tahapan perjalanan adalah pendahuluan penting untuk sampai kepada tingkat kepemimpinan Ilahi, setelah berhasil meniti tiga tahapan itu akan masuk ke tahapan keempat yakni menghidayahi dan mengarahkan rakyat.

Post a Comment