Header Ads

test

Wiladah Imam Jawad serta keunggulan Akhlak beliau


Memasuki usia lebih empat puluh tahun Imam ke delapan Syiah, Imam Ridâ As belum dikaruniai anak putra seorang pun. Para pengikut beliau menunjukkan kerisauan dan kecemasan mereka dan berdoa kepada Allah Swt agar menganugerahi putra kepada Imam Ridâ As, seorang putra yang dinanti-nantikan. Syi'ah Imam Ridâ mendengar dari para Imam sebelumnya bahwa Imam mereka yang ke sembilan adalah anak dari Imam ke delapan. Bahkan setiap kali mereka mengunjungi Imam Ridâ, mereka senantiasa menanyakan pada beliau tentang siapa pengganti beliau kelak. Imam menjawab, "Allah Swt akan menganugerahiku seorang putra yang akan menjadi pewarisku dan menjadi Imam setelah aku."

Akhirnya, pada hari ke sepuluh bulan Rajab tahun 195 Hijriah penantian mereka berakhir. Imam lahir dari ibunya yang bernama "Khaizran." Ibunda Imam Jawâd ini berasal dari keluarga Mâria Qibtia istri Rasulullâh Saw yang terkenal dan masyhur dikalangan Arab itu, karena kesucian, kesederhanaan dan ketinggian budi pekertinya.

Imam memiliki banyak gelar dan gelar yang paling masyhur adalah Taqî dan Jawâd. Hakima, saudari Imam Ridâ As, berkata: "Pada malam hari kelahiran Imam Jawâd, Imam Ridâ memerintahkan kepadaku untuk berada di sisi istri beliau, melayani istri Imam Ridâ As. Putra Imam lahir ke dunia dengan selamat dan ketika lahir, putra Imam itu menatap ke atas langit dan menyatakan, menegaskan ke-Esaan Allah Swt dan kerasulan Muhammad Saw." Aku yang menyaksikan peristiwa agung ini bergetar dan segera pergi menjumpai saudaraku dan menceritakan semua ini. Saudaraku berkata: "Wahai ukhti, Jangan engkau terganggu dengan peristiwa ini, engkau akan saksikan peristiwa yang lebih menakjubkan lagi."

Kelahiran ini merupakan rahmat, berita gembira bagi kaum Syi'ah. Kelahiran ini menjawab segala rasa penasaran, keraguan, kebimbangan dan kecemasan mereka.

Naûf'Ali menceritakan: "Ketika Imam Ridâ As melakukan perjalanan ke Khurasan aku berkata kepada beliau: "Apakah anda tidak memiliki perintah untuk aku kerjakan." Beliau berkata: "Ikutilah anakku setelahku dan tanyakan padanya segala kesulitan-kesulitan yang engkau hadapi."
Imam berulang kali mengatakan kepada sahabatnya, "Tidak perlu kalian mengajukan pertanyaan kepadaku, ajukan pertanyaanmu dan bertanyalah kepada anak kecil ini yang kelak akan menjadi Imam setelahku." Tatkala beberapa orang sahabat menunjukkan keheranan dan keterkejutan mereka, bagaimana mungkin seorang anak diangkat menjadi Imam umat?" Beliau berkata: "Allah Swt telah mengangkat Nabi 'Isâ sebagai nabi ketika beliau masih lebih muda lagi dari Abû Ja'far. Usia dan ketuaan seseorang tidak ikut campur dalam urusan Nubuwwah dan Imamah."

Imam ke sembilan umat ini, Imam Jawâd As menerima tanggung jawab Imamah pada usia sembilan tahun. Salah seorang sahabat beliau berkata: " 'Ali bin Ja'far paman Imam Jawâd di Madinah adalah seorang yang memiliki pengaruh yang besar. Orang-orang Madinah menaruh rasa hormat yang tinggi kepadanya. Setiap kali ia berangkat menuju masjid, orang-orang pun segera datang mengerumuninya dan bertanya tentang masalah-masalah yang mereka hadapi. Suatu hari Imam Jawâd memasuki masjid tersebut, 'Ali bin Ja'far yang merupakan orang tua dan sesepuh kota itu, berdiri dari tempatnya dan mencium tangan Imam lalu berdiri di sisi beliau. Imam berkata: "Paman duduklah." Sang paman berkata padanya: "Bagaimana mungkin aku dapat duduk selagi Anda masih berdiri?" 

Ketika 'Ali bin Ja'far kembali ke kerumunan sahabat-sahabatnya, mereka menegurnya dan berkata: "Anda adalah orang tua dan paman dari anak ini. Mengapa Anda begitu rupa menghormatinya? Ali Ja'far menjawab : "Diamlah, kedudukan Imamah merupakan sebuah kedudukan dan maqam yang telah digariskan oleh Allah Swt. Allah Swt tidak memandang orang tua ini (Abû Ja'far, penj.) mampu dan cakap untuk mengemban kepemimpinan (Imamah) atas umat. Namun Dia memandang anak ini cakap untuk kedudukan itu. Dan kalian harus mentaati perintahnya."

Keunggulan Akhlâk Imam Jawâd As

Imam As masih belia ketika ayahandanya wafat. Namun sedikit pun ia tidak pernah berlaku sebagaimana anak-anak seusianya. Bahkan pernah suatu hari salah seorang sahabatnya membeli alat mainan untuk Imam dan membawanya ke rumah beliau. Kisah ini terjadi sewaktu ayah Imam masih hidup. Imam sangat terganggu dengan kelakuan anak tersebut. Kepadanya Imam berkata: "Apa yang harus aku lakukan dengan semua ini? Kami adalah keluarga yang cinta akan ilmu dan kebaikan."

Satu tahun berselang setelah syahadah Imam Ridâ As, Ma'mun yang pada saat itu pergi berburu binatang bersama dengan pasukan pengawal pribadinya. Tatkala ia memasuki sebuah jalan, beberapa orang anak sedang bermain di jalan itu. Dan seorang anak berdiri di tepi jalan dan mengamati mereka yang sedang bermain. Ketika mereka melihat Ma'mun dan pasukannya hendak melewati jalan tersebut, mereka semuanya berlarian menjauh dari tempat itu. Namun anak yang berusia sebelas tahun itu tetap tidak bergeming dari tempatnya dan tetap berdiri di situ. Ma'mun mendekati anak itu dan bertanya, "Wahai bocah kecil, mengapa engkau tidak kabur sebagaimana anak-anak lainnya?"

Anak itu menjawab, "Jalan tidak begitu sempit. Aku tidak menjadi penghalang bagimu untuk lewat. Aku tidak melakukan kesalahan apa pun sehingga aku tidak perlu takut. Aku pikir anda tidak akan mengganggu seseorang tanpa alasan. Dengan demikian, bagiku kabur adalah suatu langkah yang tidak beralasan." Ma'mun terkejut dan heran atas keberanian, kegagahan dan kecerdasan anak itu.

Ia bertanya: "Siapakah namamu?"

Anak itu menjawab: " Muhammad." 

Ma'mun bertanya lagi: "Putra siapakah engkau?"

Anak itu menjawab: "Putra 'Ali."

Ma'mun berkata: "Apakah engkau ini adalah putra Ridâ?"

Anak itu menjawab: "Iya."

Ma'mun memuji dan menepuk kedua tangannya tanda kagum terhadap anak itu. Setelah itu ia beranjak dari tempat itu diikuti oleh pasukannya.

No comments